Mengenal Sindrom Guillain–Barré, Diagnosis Guru Susan Pasca Vaksinasi

Ilustrasi: Rencana vaksinasi Covid-19. (KalderaNews.com/Ist.)
Ilustrasi: Rencana vaksinasi Covid-19. (KalderaNews.com/Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Kasus kelumpuhan dan gangguan penglihatan yang menimpa bu guru Susan (31 tahun) dari Sukabumi mulai ada gambaran yang jelas.  Dokter penangggung jawab pasien atau DJP menyatakan bahwa diagnosis yang menimpa guru honorer tersebut adalah Sindrom Guillain–Barré.

Nama sindrom yang belum cukup terkenal ini diambil dari nama penemunya, George Guillain, Jean-Alexandre Barre, dan Andre Strohl. Sindrom Guillain–Barré sering disingkat SGB ini ditemukan pada 1916.

BACA JUGA:

Sindrom Guillain–Barré merupakan peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang jelas. George Guillain dan teman-temannya itu menemukan sindrom ini pada dua tentara yang menderita keabnormalan produksi protein cairan otak.

Penegakan diagnosis SGB dapat dilakukan dengan melakukan analisis cairan otak dan elektrodiagnostik. Indikasi terjadinya infeksi adalah kenaikan sel darah putih dalam cairan otak. Pada pemeriksaan eletrodiagnostik, yang diteliti adalah konduksi sel saraf.

Secara umum gejala yang dapat dikenali dari SGB adalah sensitivitas, seperti kesemutan, kebas atau mati rasa, rasa terbakar, dan nyeri. Namun, pola persebaran gejala tersebut tidak teratur dan dapat berubah-ubah.

Kelumpuhan pada penderita SGB biasanya terjadi pada bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap dengan waktu yang bervariasi. Pada kasus yang parah SGB ini dapa menyebabkan kerusakan pada paru-paru dan melemahkan otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan hidup.

Keadaan penderita SGB dapat memburuk bila terdapat infeksi di dalam paru-paru. Hal ini karena berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian pada pasien SGB ini umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.

Angka kematian yang disebabkan oleh SGB ini 4-7 persen. 60-80% penderitanya mampu kembali berjalan. Penderita bisa jadi akan mengalami efek yang menetap, seperti kelemahan, mati rasa atau kelelahan.

SGB memang merupakan sekumpulan sindrom yang pernah dikaitkan dengan vaksin, namun, belum ada penelitian khusus yang menyebutkan bahwa SGB merupakan KIPI dari vaksinasi. Saat terjadi wabah flu babi tahun 1976, peningkatan kejadian SGB pernah dikaitkan dengan vaksinasi flu tersebut, Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan, hanya kecil kemungkinan peningkatan angka SGB ini terjadi karena efek vaksinasi.

Diperlukan penelitian lebih lanjut apakah SGB memang merupakan efek yang terjadi pada penerima vaksin. Terutama pada program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah ini.  

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan share pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*