Ada Ketentuan Pidana dalam RUU Praktik Psikologi? Yuk, Simak Dulu Kutipannya

Ilustrasi: Universitas swasta dengan jurusan Psikologi terbaik di Indonesia. (KalderaNews.com/repro:y.prayogo)
Ilustrasi: Universitas swasta dengan jurusan Psikologi terbaik di Indonesia. (KalderaNews.com/repro:y.prayogo)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Layanan praktik psikologi di Indonesia telah memasuki tahun ke-61. Sudah cukup matang bila disejajarkan dengan layanan praktik kesehatan lainnya. Layanan psikologi ini sangat penting, sebab pengertian sehat menurut WHO juga meliputi kesehatan secara mental atau psikis juga.

Sayangnya, praktik yang telah lama ada di dalam masyarakat dan sangat dibutuhkan kehadirannya ini belum memiliki undang-undang. Undang-undang praktik psikologi kemudian diinisiasi dan disusun rancangannya.

BACA JUGA:

Dalam RUU tersebut tidak hanya memuat tentang siapa tenaga psikologi dan apa saja layanan psikologi, melainkan juga diatur mengenai hak dan kewajiban. Baik hak dan kewajiban penyedia layanan maupun kliennya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Arief Budiarto selaku perwakilan alumni dalam kegiatan Diskusi RUU Praktik Psikologi oleh HIMPSI Pusat dan Alumni UMM pada 27 Maret 2021 yang diselenggarakan secara daring.

Di sana juga memuat tentang uji kompetensi yang harus diikuti oleh tenaga psikologi untuk mendapatkan surat tanda resgitrasi dan izin praktik. Diusulkan di dalam RUU, surat registrasi yang akan didapatkan ini berlaku untuk sepuluh tahun. Hal ini membedakan dengan tenaga kesehatan lain yang surat registrasinya berumur lima tahun.

Sedangkan ketentuan pidana yang diusulkan dalam RUU termaktub dalam pasal 60 dan 61 tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak memiliki surat tanda registrasi dan surat izin dilarang menjadi tenaga psikologi, setiap orang dilarang melakukan layanan praktik yang dapat merugikan klien organisasi profesi dan atau masyarakat.

Ketentuan pidana dalam RUU praktik psikologi juga membahas tentang bahwa penggandaan, pelatihan, dan membocorkan tes psikologi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Berikutnya, pasal 60 juga  menyebutkan bahwa orang yang tidak memiliki surat izin praktik dilarang memperkerjakan asisten psikologi dan tau praktisi dalam layanan praktik psikologi.

Bagian akhir dari pasal 60 yang memuat ketentuan pidana ini menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak memiliki hak dilarang menggunakan gelar, sebutan atau bentuk lain tenaga psikologi.

Ketentuan pidana dalam RUU praktik psikologi ditutup dengan pasal 61 yang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan tindakan sebagaimana yang diatur pada pasal 60 akan dijatuhi pidana sesuai dengan ketentua yang ada.

Adanya RUU ini berarti juga mendorong pemerintah untuk mengakui profesi psikologi di Indonesia dan pemerintah perlu melakukan pembinaan terhadap organisasi profesi dan pembinaan tenaga psikologi seperti yang telah dilakukan pada organisasi profesi lain.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dibagi pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*