LARANTUKA, KalderaNews.com – Larantuka, kota kecil di timur Pulau Flores yang tenang. Setiap tahun, Larantuka dibanjiri ribuan umat Katolik yang melakoni prosesi Semana Santa yang sudah berlangsung lima abad lamanya.
Tradisi ini bahkan telah menarik ribuan wisatawan dari berbagai daerah di seluruh Nusantara dan mancanegara dan menjadi daya tarik wisata rohani di Larantuka.
BACA JUGA:
- 5 Tradisi Unik Natal Ini Hanya Ada di Indonesia, Apa Saja?
- Spiritualitas di Balik Pohon Natal dan Tradisi Malam Natal
- Inilah Pesan Paskah Kardinal Ignatius Suharyo di Tengah Wabah Corona
Sejarah Semana Santa
Prosesi Semana Santa hanya dilangsungkan di Larantuka, tepatnya di kaki Gunung Ile Mandiri, Reinha Rosari Larantuka. Ada beberapa versi awal mulanya prosesi ini dilangsungkan.
Tradisi ini dimulai sejak penemuan Patung Tuan Ma di pantai Larantuka sekitar tahun 1510. Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat, patung tersebut terdampar di pantai akibat karamnya kapal Portugis di perairan Larantuka. Atas perintah kepala kampung Lewonama, patung Tuan Ma yang terdampar itu disimpan di rumah pemujaan (korke).
Warga setempat yang kala itu belum mengenal sosok patung tersebut menghomatinya sebagai benda sakral. Karena itu, tidak heran jika masyarakat Larantuka kerap memberikan sesaji di hadapan patung itu ketika merayakan suatu upacara khusus.
Penemuan patung Tuan Ma berawal ketika pemuda Resiona melihat seorang wanita berjalan di atas laut. Pemuda tersebut pun takjub akan apa yang dilihatnya.
Tanpa berpikir panjang, pemuda itu melaporkan kepada kepala suku. Ketika dia dan kepala suku kembali ke pantai hendak mencari wanita itu, ternyata wanita tadi telah berubah wujud menjadi patung cantik dengan raut wajah syahdu dan menenangkan.
Menariknya, di sekitar patung tersebut ada simbol-simbol yang tersusun oleh kerang-kerang. Arti dari simbol-simbol tersebut baru diketahui setelah misionaris Katolik datang dan mengartikan tulisan tersebut yang berbunyi “Santa Maria Reinha Rosari”.
Raja Larantuka kemudian menjadikan patung Bunda Maria itu sebagai “dewi” yang mereka hormati. Patung Bunda Maria dianggap sebagai pemberian dari sang pencipta dan sebagai tanda bahwa rakyat Larantuka akan selalu ditolong dan dilindungi oleh “sang Dewi”.
Masyarakat Larantuka kemudian menyebut patung tersebut sebagai Tuan Ma yang artinya tuan mama.
Ketika misionaris Katolik dari Ordo Dominikan datang ke Flores, seorang imam ordo itu diajak oleh kepala suku untuk melihat patung tersebut. Imam tersebut kemudian memperkenalkan patung Bunda Maria kepada masyarakat.
Raja Larantuka kala itu, Ola Adobala kemudian dibaptis dengan nama Don Fransisko Ola Adobala DVG (Dias Viera de Godinho). Demikian pula dengan masyarakat Larantuka sehingga sejak saat itulah mereka mengenal iman Katolik.
Seiring dengan bertambahnya penganut Katolik di Larantuka, patung Tuan Ma yang diakui dan diyakini sebagai Bunda Maria mendorong masyarakat untuk mengadakan devosi atau penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendak-Nya sebagai perwujudan cinta kasih.
Tradisi itulah yang kemudian dikenal sebagai Semana Santa.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply