JAKARTA, KalderaNews.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah anak putus sekolah selama pandemi Covid-19. Dari penelusuran KPAI, ada 5 penyebab utama.
Wilayah pemantauan KPAI meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, dan Provinsi DKI Jakarta. Pemantauan ini dilakukan dengan pengawasan langsung dan wawancara secara online yang melibatkan Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI).
BACA JUGA:
- KPAI: Hentikan Intoleransi, Sekolah Untuk Semua Anak Bangsa
- Inilah 3 Pertimbangan SK 3 Menteri Tentang Pakaian Seragam di Sekolah
- SKB 3 Menteri, Sekolah Tidak Boleh Mewajibkan Seragam Kekhususan Agama
“Pemantauan dilakukan pada Februari 2021,” terang Komisioner KPAI, Retno Listyarti.
Hasil pantuan KPAI, berikut 5 penyebab utama angka putus sekolah menningkat selama pandemi:
Siswa menikah
Jumlah siswa yang berhenti sekolah lantaran menikah jumlahnya mencapai 33 peserta didik dari kabupaten Seluma, Kota Bengkulu, dan Kabupaten Bima. Rata-rata siswa yang menikah berada di kelas XII.
Retno menyatakan, angka 33 selama tahun 2021 ini merupakan angka yang cukup tinggi.
“Di Buton, baru saja berlangsung perkawinan antara anak usia 14 tahun dengan anak usia 16 tahun. Ini tentu menambah jumlah anak yang putus sekolah karena menikah,” ujar Retno.
Siswa harus bekerja
KPAI juga mendapati sejumlah siswa SMK dan SMP terpaksa harus bekerja membantu keuangan keluarga yang terdampak karena pandemi. Ada satu siswa SMP di Cimahi yang harus bekerja sebagai tukang bangunan demi membantu ekonomi keluarganya.
“Ada juga siswa di Jakarta yang bekerja di percetakan membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak memiliki karyawan sejak pandemi dan sepinya orderan,” ujar Retno.
Siswa tak mampu bayar SPP
Kasus siswa yang tak mampu membayar SPP, yang mengadu ke KPAI jumlahnya cukup tinggi, yakni ada 34 kasus, terhitung mulai Maret 2020 sampai Februari 2021. Dari 34 kasus itu, tiga di antaranya berasal dari sekolah yang sama.
Hampir 90 persen kasus berasal dari sekolah swasta dan 75 persen kasus berada dari jenjang SMA/SMK. Rata-rata, sudah tidak membayar SPP enam sampai 11 bulan.
“Kasus-kasus ini berasal dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Bandar Lampung, Makasar, Denpasar, Pekanbaru, Tangerang Selatan, dan Cirebon,” kata Retno.
Siswa kecanduan game online
KPAI juga mendapatkan data bahwa ada dua anak kelas 7 SMP yang berhenti sekolah lantaran kecanduan game online. Satu di antaranya berhenti sementara selama satu tahun untuk proses pemulihan secara psikologi.
Kisah dari para guru di beberapa daerah menunjukkan fakta yang mengejutkan. Ada anak yang pagi hari tidak muncul saat PJJ online, karena masih tidur. Hal ini disebabkan kecanduan game online.
“Ini dikarenakan pengawasan orang tua yang lemah atau karena anak mengalihkan kejenuhan selama pandemi yang mengharuskannya berada di rumah saja,” ungkap Retno.
Siswa meninggal dunia
Hasil pemantauan KPAI, kasus siswa putus sekolah karena meninggal dunia terjadi di sebuah SMA di Kabupaten Bima. Satu lagi, berasal dari salah satu SMK swasta di Jakarta.
“Jadi, sesuai data KPAI, ada dua siswa yang meninggal pada semester genap tahun ajaran 2020/2021,” jelas Retno.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply