Peneliti LIPI: Bencana Alam Terus Berulang, Pentingnya Pendidikan Kebencanaan

Ilustrasi: Pentingnya, pendidikan kebencanaan. (KalderaNews.com/Ist.)
Ilustrasi: Pentingnya, pendidikan kebencanaan. (KalderaNews.com/Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong implementasi pengurangan risiko bencana alam yang wajib menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, 136 bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang Januari 2021.

Bencana banjir paling banyak terjadi, mencapai 95 kejadian. Bencana lain adalah tanah longsor yang terhitung sudah 25 kali terjadi, puting beliung sebanyak 12 kali, serta dua peristiwa gempa bumi. Bencana tersebut mengakibatkan ratusan jiwa menjadi korban.

BACA JUGA:

Kepala Pusat Penelitian Teknologi LIPI, Eko Yulianto memberikan istilah “arisan” terhadap bencana alam selama Januari 2021. “Seluruh wilayah Indonesia dipenuhi retakan-retakan akibat tektonik itu yang notabene menjadi sumber gempa,” katanya.

Eko mengatakan, perulangan gempa relatif lama, misal 50 tahun atau bahkan lebih sehingga masyarakat mudah melupakannya. Itulah pentingnya edukasi terus-menerus mengenai mitigasi bencana.

Eko juga menekakan aspek bangunan yang aman atau tahan gempa. Seringkali rumah dibangun hanya memperhatikan aspek estetika saja, tanpa melibatkan faktor kebencanaan, seperti ketahanan akan guncangan. Sementara membangun ulang rumah atau memperkuat bangunan yang sudah ada bisa membutuhkan biaya mahal. Eko mendorong masyarakat untuk memiliki satu ruang aman yang bisa digunakan sebagai tempat berlindung ketika gempa terjadi.

Tentang bencana hidrologi, Indonesia akan mengalami puncak musim hujan pada Januari dan Februari. Masyarakat perlu menambah kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi. Bencana banjir di Kalimantan Selatan telah mengakibatkan 27.111 rumah terendam dan 112.709 warga mengungsi di 7 kabupaten/Kota. Sementara di Sumedang terjadi tanah longsor di Cihanjunag.

Iwan Ridwansyah, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI mengatakan, bencana hidroklimatologi mengakibatkan banjir bandang dan cuaca buruk lainnya. “Untuk mengurangi dampak bencana, perencanaan tata ruang kabupaten/kota yang berada pada potensi bencana tinggi harus di desain ulang berdasarkan analisis ilmiah berbasis kebencanaan,” katanya.

Bagaimanapun, bencana alam adalah takdir dan napas dari bumi. Menurut Iwan, bencana bukan semata aspek teknis, namun juga perilaku dan sikap manusia. “Acapkali aturan yang dibuat justru dilanggar, seperti mendirikan bangunan di bibir pantai melewati batas sempadan,” tegasnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*