Dina Martha Tiraswati Singkap Strategi Menumbuhkan Empati pada Peserta Didik

Pelajaran olahraga di SD Bruder Singkawang, Kalimantan Barat
Pelajaran olahraga di SD Bruder Singkawang, Kalimantan Barat (KalderaNews/JS de Britto)
Sharing for Empowerment

BANDUNG, KalderaNews.com – Pengawas SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I Provinsi Jawa Barat, Dina Martha Tiraswati, M.Pd menegaskan setiap peserta didik harus memiliki rasa empati dalam dirinya sehingga mampu menerima dan menghadapi perbedaan dalam kehidupan sosial.

Di sekolah empati ini dapat ditanamkan oleh guru kepada peserta didik dengan berbagai usaha. Pembentukan karakter empati harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Setidaknya, harus melibatkan aspek pengetahuan (knowledge), perasaan (feeling), kecintaan (loving), dan tindakan (action).

BACA JUGA:

“Sebagai sebuah sikap yang kompleks, proses pembentukan empati melewati berbagai aspek yang berbeda pada tiap individu. Minimal, terdapat dua aspek yang berpengaruh pada proses penciptaan empati. Kedua aspek tersebut adalah empati kognitif dan afektif,” tegasnya seperti dikutip dari situs resmi Disdik Jabar.

Ia pun menjelaskan perbedaan keduanya:

Empati Kognitif

Empati kognitif merupakan sikap empati yang muncul atas dasar pemikiran seseorang. Seseorang biasanya mempelajari sebuah pola yang terjadi ketika orang lain merasa sedih, senang ataupun marah melalui reaksi yang ditunjukkan melalui ekspresi dan body language.

Proses ini terjadi bukan karena individu tersebut bisa merasakan yang tengah dirasakan oleh orang lain di sekitarnya. Namun, murni karena pengetahuannya atas reaksi orang lain. Selain pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman, empati kognitif dapat terjadi karena adanya persepsi yang diberikannya terhadap situasi tersebut.

Empati Afektif

Empati afektif merupakan sikap empati yang muncul atas dasar emosi atau perasaan seseorang. Empati afektif dapat terjadi secara langsung maupun hasil dari empati kognitif. Sehingga, empati afektif muncul sebagai respons yang lebih mendalam. Empati afektif pun dapat muncul secara langsung melalui penularan emosi. Penularan emosi ini dapat terjadi melalui verbal (kata-kata), praverbal, dan isyarat nonverbal.

Meskipun begitu, empati afektif memiliki proses yang jauh lebih rumit. Hal-hal dalam diri individu, seperti sifat sombong dan cuek dapat menghalangi munculnya empati afektif meskipun ia dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain melalui kemampuan kognitifnya.

Ia menandaskan peserta didik yang memiliki sikap empati secara umum akan memiliki keinginan yang kuat untuk membantu orang lain sesuai kemampuannya. Sekolah sebagai wahana penempaan sikap sudah sepatutnya melakukan inovasi-inovasi pembelajaran dengan bertumpu pada penanaman pendidikan karakter (PPK) agar pesan empati dapat dimiliki oleh peserta didik.

“Peran guru dalam menumbuhkan sikap ini sangat penting. Bisa dilakukan oleh semua guru mata pelajaran. Dengan cara, mengingatkan peserta didik saat terjadi tindakan, perilaku atau kejadian insidental.”

Selain itu, menjadi tanggung jawab bersama dalam menerapkan pentingnya sikap empati. Hal ini agar di lain waktu jika peserta didik menjumpai orang lain dalam kondisi yang membutuhkan perhatian, peserta didik yang telah memiliki sikap ini akan sigap membantu orang lain tanpa diingatkan oleh siapa pun.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*