Bagaimana Pandemi Covid-19 Berpengaruh Pada Kompetensi Jurusan Kesehatan?

17 bidang pembangunan berkelanjutan (SGD's) yang ditetapkan oleh PBB. Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan merupakan dasar untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang sejahtera (KalderaNews/Syasa Halima)
17 bidang pembangunan berkelanjutan (SGD's) yang ditetapkan oleh PBB. Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan merupakan dasar untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang sejahtera (KalderaNews/Syasa Halima)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Kuliah daring mungkin terasa menyenangkan bagi beberapa jurusan. Tetapi, lain halnya dengan prodi yang membutuhkan kegiatan praktikum, seperti jurusan kesehatan. Hal ini diungkapkan oleh Suci Anatasia pada acara WINNER yang telah berlangsung pada November 2020.

Ia mengawali penjelasan dengan menunjukkan 17 bidang pembangunan berkelanjutan (SGD’s) yang ditetapkan oleh PBB. Tak dapat dipungkiri bahwa kesehatan merupakan dasar untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang sejahtera.

“Ada 17 SGD yang ditetapkan oleh PBB. Penelitian dari Cernev T dan Fenner R (2020) mengungkapkan bahwa kesehatan dan kesejahteraan merupakan asasi dasar untuk mencapai 17 SGD’s lainnya. Kualitas pendidikan juga memengaruhi untuk mengurangi potensi penyebab bencana global,” ujar Suci Anatasia yang mewakili penelitian dari Kementerian Kesehatan terkait pembelajaran daring bagi mahasiswa jurusan kesehatan.

BACA JUGA:

Ia memaparkan bahwa Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran kuliah daring sejak Maret hingga Juni. Bagi mahasiswa jurusan kesehatan, khususnya Prostetik dan Ortotik (PO), Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi kualitas hidup seorang disabilitas.

“Prostetik dan Ortotik berhubungan dengan alat. Lalu, alatnya dibuat dengan tangan secara teknikal. Bukan hanya alat, tetapi proses pelatihan bagi pasien juga mengandalkan keterampilan teknikal dan keterampilan klinis. Maka dari itu, pembelajaran daring bisa mempengaruhi kompetensi seorang mahasiswa prostetik dan ortotik,” paparnya.

Survei dari Kementerian Kesehatan melibatkan 422 mahasiswa Politeknik Kesehatan Jakarta dan Surabaya, 58 mahasiswa kesehatan dari Asia Tenggara, 14 dosen Asia Tenggara dan 43 dosen Indonesia. Survei tersebut dibagi ke dalam dua sudut pandang, yakni siswa dan dosen.


Khusus Indonesia, terdapat perbedaan persepi untuk efektivitas interaksi mahasiswa dan dosen. Sebanyak 45% mahasiswa kesehatan Poltekkes dari Indonesia mengungkapkan pemberian pembelajaran dari sisi teori dan praktikal masih efektif saat kuliah daring. Sementara, 77% dosen menyatakan bahwa kuliah daring tidak efektif untuk memberikan pengawasan langsung, saran teori serta praktikal kepada mahasiswa jurusan kesehatan.

Untuk akses internet, baik mahasiswa maupun dosen sama-sama kesulitan untuk mendapatkan koneksi yang lancar. Lalu, mahasiswa jurusan kesehatan di Indonesia merasa transfer pengetahuan tidak meningkatkan kompetensi mereka akibat kuliah daring. Atas survei itulah, terdapat beberapa pelajaran untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Dari sisi mahasiswa, kuliah daring memberikan keuntungan seperti mampu untuk belajar dari rumah dan lebih banyak waktu bersama keluarga, bisa belajar dengan kecepatan sendiri, dan bisa merekam subyek secara keseluruhan. Selain aman dari virus, mahasiswa merasa lebih banyak waktu diskusi dengan dosen serta lebih percaya diri untuk bertanya.

Sementara, kerugiannya ialah mahasiswa merasa kurang dari segi praktikal, kelas terasa membosankan karena kurang interaksi, butuh disiplin ketat untuk belajar mandiri, kurangnya kemampuan praktik menangani pasien, dan mahasiswa baru kesulitan untuk paham materi praktikal.

Sementara, keuntungan mengajar dari rumah bagi dosen ialah meningkatnya produktivitas, lebih memiliki banyak waktu untuk meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemauan untuk belajar dari wadah digital, hingga meningkatkan kreativitas dalam menyusun materi kuliah.

Lalu, kekurangan kuliah daring bagi dosen ialah gangguan teknis, perlu banyak waktu untuk menyiapkan simulasi, kapasitas terbatas untuk membuat video, tantangan untuk memastikan mahasiswa mengikuti ujian dengan benar, hingga keterbatasan fasilitas yang diberikan oleh institusi perguruan tinggi.

Atas dasar survei tersebut, maka kuliah daring bagi mahasiswa prostetik dan ortotik hanya efektif untuk materi teori. Lain halnya dengan materi yang membutuhkan praktik dan keterampilan klinis. Blended learning, yakni campuran antara daring dan tatap muka bisa saja efektif, akan tetapi masih membutuhkan analisis SWOT yang komprehensif.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*