JAKARTA, KalderaNews.com – Profesor Daniel Murdiyarso hadir pada Week of Indonesia-Netherlands Education and Research (WINNER) 2020. Ia merupakan peneliti CIFOR dan Profesor IPB yang menyampaikan pemikirannya tentang hutan bakau sebagai lahan basah untuk mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Ia menyatakan bahwa Indonesia dan Belanda memiliki kesamaan jika dilihat melalui kontur tanah, yaitu adanya kenaikan air laut yang tinggi. Jika tidak dicegah, maka akan mengancam keselamatan masyarakat di tengah perubahan iklim. Hal ini sangat berdampak pada ragam pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam dan negara dengan kontur tanah yang turun.
Lahan basah sebagai upaya untuk meminimalisir perubahan iklim. Indonesia-Belanda berkomitmen unntuk mengurangi energi rumah kaca dengan menyetujui persetuan Paris (Paris Agreement). Dengan begitu, efek rumah kaca tidak menyebabkan kenaikan suhu lebih dari 1.5 derajat celcius.
BACA JUGA:
- Indonesia-Belanda Gencar Dorong Kolaborasi Penelitian untuk Inovasi Berkelanjutan
- Indonesia-Belanda Selenggarakan Acara Akbar Pekan Pendidikan dan Penelitian WINNER pada 24-26 November 2020, Daftar di Sini
- Green education to strengthen human capital in Indonesia
“Indonesia, Belanda, dan seluruh negara Eropa yang tergabung pada Uni Eropa menghadapi tantangan untuk mengurangi gas rumah kaca,” tuturnya.
Menurutnya, hutan bakau menjadi alat untuk dapat mengurangi gas rumah kaca. Ekosistem hutan bakau dapat menyimpan 3 juta karbon dioksida. Sayangnya, penggundulan hutan bakau sudah terjadi sejak 20-30 tahun lalu. Pada tahun 2015, penggundulan mencapai 6% dan menyebabkan kenaikan gas rumah kaca sekitar 200 juta ton dalam setahun. Ia menjelaskan lebih lanjut mengenai perspektif yang lain bahwa jumlah tersebut seperti 40 juta mobil yang mengantri di jalan raya.
“Kalau kita ingin mengurangi emisi atau penggundulan hutan bakau, maka banyak pula emisi karbon yang berkurang,” tuturnya.
Hutan bakau memiliki peran vital untuk meredakan perubahan iklim secara global. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga seluruh dunia karena dapat menyerap karbon dioksida hingga mencapai 1 miliyar ton per tahun.
Maka dari itu, ia memberikan rekomendasi penelitian untuk mengurangi, bahkan menanam kembali bakau. Ancaman naiknya permukaan air laut di Indonesia dan Belanda merupakan masalah utama yang menjadi sorotan pada diskusi peneliti di acara WINNER. Selain itu, adanya hutan bakau akan menimbulkan manfaat ekosistem yang lebih beragam.
Hutan bakau bukan hanya menangkal banjir, tetapi manfaat keberlanjutan lainnya ialah memajukan ekonomi nelayan karena mudah menangkap ikan dan kepiting tanpa merusak habitat. Selain itu, hutan bakau juga dapat meningkatkan kunjungan wisata ramah lingkungan.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu
Leave a Reply