JAKARTA, KalderaNews.com – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) menggugat komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terkait demokratisasi kampus melalui surat terbuka pada Senin Malam, 30 November 2020.
Surat terbuka yang dikirimkan ke KalderaNews dan ditandatangani oleh Koordinator Pusat Aliansi BEM-SI, Remy Hastian (Universitas Negeri Jakarta) dan Koordinator Isu Dikti Aliansi BEM-SI, Lugas Ichtiar (Universitas Jenderal Soedirman) itu mengungkap kondisi kebebasan mimbar akademik di kampus yang berulang kali diserang, dianiaya dan dikerdilkan semasa kepemimpinan Mas Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan & Kebudayaan (Mendikbud).
“Sejak lama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) telah menyatakan kecaman keras situasi #DaruratDemokrasiKampus yang terus terjadi dan menuntut Kemendikbud mewujudkan demokratisasi kampus,” demikian isi surat terbuka tersebut.
BACA JUGA:
- Karakter Demokrasi di Asia itu Sleepy, Noisy, Fragmented, and Fluid
- #Mahasiswapelajaranarkis Trending Topic, Jadi “Medan Pertempuran” Netizen
- #KendariBerduka, Diduga Tewas Tertembak Saat Demo, Selamat Jalan Kak Himawan Randi!
Saat dihubungi KalderaNews, Koordinator Isu Dikti Aliansi BEM-SI, Lugas Ichtiar membenarkan keberadaan surat terbuka tersebut memang untuk Mendikbud Nadiem.
“Dengan surat terbuka ini kita menggugat dan menagih komitmen Kemendikbud untuk menciptakan demokratisasi kampus. Sejauh ini, pernyataan-pernyataan terkait darurat demokrasi kampus itu belum ada dari Kemendikbud, terutama Manteri Nadiem belum angkat bicara,” tandasnya.
Lugar menjelaskan Aliansi BEM Seluruh Indonesia memang pernah diterima beraudiensi bersama Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Nizam pada 21 September 2020 yang menghasilkan komitmen, salah satunya adalah mewujudkan demokrasi yang sehat di lingkungan pendidikan tinggi.
Akan tetapi, selang beberapa waktu kemudian, komitmen tersebut diciderai oleh surat edaran Ditjen Dikti Nomor 1035/E/KM/2020 perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja.
Baru-baru ini kasus represifitas akademik kembali terulang ke sekian kalinya pada Senin, 16 November 2020 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) melalui SK No.7677/UN37.1.8/HK/2020 memberikan skorsing selama 6 bulan kepada mahasiswa atas nama Frans Josua Napitu.
Berkaca dari rentetan kasus yang telah terjadi, Aliansi BEM Seluruh Indonesia menuntut Mendikbud Nadiem Anwar Makarim untuk segera mengambil langkah taktis maupun strategis merespon dan menyelesaikan secara tegas berbagai masalah demokratisasi kampus.
“Apabila tidak ada upaya serius dari Mendikbud untuk mewujudkan demokratisasi kampus serta menyelesaikan masalah represifitas akademik, sesungguhnya Kemendikbud telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak asasi di lingkungan perguruan tinggi,” tulis surat terbuka tersebut.
Berikut ini isi lengkap surat terbuka untuk Mendikbud Nadiem tersebut:
SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI NADIEM MAKARIM
Menggugat Komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas Demokratisasi Kampus
Assalamualaikum Wr. Wb
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!
Hidup Pendidikan Indonesia!
Kebebasan akademik atau kebebasan mimbar akademik masuk ke dalam ruang lingkup kebebasan berekspresi, diantaranya berupa kebebasan mencari informasi, menyimpan, mengolah, sekaligus menyebarluaskan informasi dan hasil analisis sebagai kontribusi perkembangan peradaban. Kebebasan berekspresi dimiliki oleh setiap warga negara, maka kebebasan mimbar akademik pun juga bukan hanya dimiliki oleh dosen atau staff pengajar di perguruan tinggi saja. Kebebasan akademik mutlak untuk diberikan dan dimiliki oleh mahasiswa. Kondisi kebebasan mimbar akademik di kampus berulang kali diserang, dianiaya, dan dikerdilkan semasa kepemimpinan Mas Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan & Kebudayaan (Mendikbud). Sanksi drop out dan skorsing adalah wujud tangan besi yang mengancam kebebasan mimbar akademik Mahasiswa. Sejak lama Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) telah menyatakan kecaman keras situasi #DaruratDemokrasiKampus yang terus terjadi dan menuntut Kemendikbud mewujudkan demokratisasi kampus.
Pembungkaman atau represifitas akademik yang berulang itu benar adanya. Sepanjang tahun 2020 terdapat beragam peristiwa di antaranya: drop out 2 Mahasiswa UTA 45 Jakarta, pemanggilan Mahasiswa Unnes pasca demonstrasi, sanksi akademik & kriminalisasi sejumlah Mahasiswa Unnas, teror beserta ancaman diskusi ilmiah di FH UGM, drop out 1 Mahasiswa UBM, skorsing 9 Mahasiswa Univbi Lubuklinggau, dan penerbitan surat imbauan Kemendikbud untuk tidak melakukan demonstrasi UU Ciptakerja. Dari sejumlah kasus tersebut sampai saat ini respon dan komitmen Kemendikbud RI terhadap masalah demokratisasi kampus masih tidak mempunyai ketegasan. Aliansi BEM Seluruh Indonesia telah berkali-kali melayangkan surat kepada Mendikbud Nadiem Makarim untuk beraudiensi mengenai berbagai persoalan pendidikan salah satunya adalah demokratisasi kampus, akan tetapi tidak pernah ada balasan atau respon positif. Secara terpisah, Aliansi BEM Seluruh Indonesia diterima beraudiensi bersama Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Nizam pada 21 September 2020 dan menghasilkan komitmen salah satunya adalah mewujudkan demokrasi yang sehat di lingkungan pendidikan tinggi. Akan tetapi selang beberapa waktu kemudian komitmen tersebut diciderai oleh surat edaran Ditjen Dikti Nomor 1035/E/KM/2020 perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja.
Baru-baru ini kasus represifitas akademik kembali terulang ke sekian kalinya pada Senin, 16 November 2020 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) melalui SK No.7677/UN37.1.8/HK/2020 memberikan skorsing selama 6 bulan kepada Mahasiswa atas nama Frans Josua Napitu. Skorsing diberikan pasca Frans melaporkan Rektor Unnes ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi sumber keuangan dari Mahasiswa maupun luar Mahasiswa sebelum dan saat pandemi Covid-19.
Berkaca dari rentetan kasus yang telah terjadi, Aliansi BEM Seluruh Indonesia menuntut Mendikbud Nadiem Anwar Makarim untuk segera mengambil langkah taktis maupun strategis merespon dan menyelesaikan secara tegas berbagai masalah demokratisasi kampus. Apabila tidak ada upaya serius dari Mendikbud untuk mewujudkan demokratisasi kampus serta menyelesaikan masalah represifitas akademik, sesungguhnya Kemendikbud telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak asasi di lingkungan perguruan tinggi.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Purwokerto, 25 November 2020
Tertanda,
Koordinator Pusat Aliansi BEM-SI, Remy Hastian (Universitas Negeri Jakarta)
Koordinator Isu Dikti Aliansi BEM-SI, Lugas Ichtiar (Universitas Jenderal Soedirman)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply