Cara Komedian Menyelamatkan Tulisan Tangan dari Kepunahan

Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta.
Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

Oleh Eben E. Siadari *

JAKARTA, KalderaNews.com — Besok di Inggris sebuah novel yang dikerjakan dengan cara cukup unik akan secara resmi diluncurkan. Disebut unik karena novel karya komedian Andy Hamilton itu sepenuhnya ditulis dan disajikan dalam bentuk tulisan tangannya. Itu salah satu sebab novel itu diberi judul Longhand (tulisan tangan).

Sebagian besar isi novel 349 halaman itu berupa surat cinta, dan semuanya merupakan tulisan tangan sang penulis. Tokoh ceritanya  bernama Malcolm George Galbraith, yang terpaksa harus meninggalkan kekasihnya, dan lewat surat ia menjelaskan alasan mereka harus berpisah dan tentang siapa dirinya sesungguhnya.

Apa alasan Hamilton menyajikan novel dengan cara unik ini?

BACA JUGA:

Menurut Hamilton, gagasan untuk menulis novel dengan tulisan tangan sudah lama muncul di dalam benaknya — sudah sekitar 30 tahun. Andy Hamilton yang selama ini dikenal sebagai seorang yang sangat menghindari teknologi (dia tidak memakai ponsel dan kurang tertarik dalam soal internet) menganggap  kini saat yang tepat untuk meluncurkan novelnya,  ketika semua orang tampaknya ingin mengucapkan selamat tinggal kepada tulisan tangan di tengah gempuran teknologi digital.

“Era digital global sepenuhnya ada di depan kita. Dan saya pikir jika tulisan tangan benar-benar lenyap, itu akan menjadi sebuah kerugian, kerugian akibat hilangnya keintiman,” kata dia kepada Sunday Times.

Keintiman?

Walaupun tulisan tangan telah lama kehilangan pamor sejak lahirnya mesin ketik lalu komputer dan kemudian gadget di era digital ini, keistimewaan tulisan tangan dalam beberapa hal dipandang belum sepenuhnya bisa ditanggalkan. Oleh karena itu, orang-orang seperti Andy Hamilton masih menganggap tulisan tangan sebagai sesuatu yang perlu dipertahankan, bahkan dibangkitkan kembali.

Salah satunya adalah dalam soal ‘keintiman’ tadi.  Bagi banyak penulis, menulis di komputer  terasa jauh lebih umum dan bersifat resmi daripada menulis dengan tulisan tangan. Pada gilirannya ini bisa mendatangkan writing block, atau terhambatnya daya kreativitas untuk bisa melaju  lebih jauh menyelesaikan tulisan.

Huruf-huruf di komputer yang sudah standar dan umum, mendatangkan perasaan bahwa semua orang akan dapat membaca tulisan yang sedang ditulis. Ini dapat mendatangkan perasaan tak aman dan tak nyaman. Tidak berani mengemukakan hal-hal yang sensitif, radikal dan genuine.

Berbeda dengan menulis menggunakan tulisan tangan di kertas. Ada rasa intim, perasaan bahwa pena dan kertas yang sedang ada di hadapan sepenuhnya ada dalam kendali. Dan karena itu, menuliskan buah pikiran, pengalaman, curahan hati terasa lebih bebas dan lepas ketika menulis dalam bentuk tulisan tangan. Bila pun nanti pada akhirnya buah pikiran atau curahan hati yang tertuang menjadi tulisan itu terasa konyol, gampang saja untuk melenyapkannya dengan menyobek kertas-kertas tersebut.

Tidak mengherankan bila masih ada penulis yang menulis draft naskahnya dengan tulisan tangan sebelum kemudian diketik ulang dengan memakai komputer. Cukup sering terdengar keluhan bahwa menulis paragraf pertama di komputer demikian sulitnya, bahkan akhirnya naskah tak mengalami kemajuan. Para penulis tipe ini mendapatkan stimulus kreativitas justru tatkala mengukir naskahnya dengan tulisan tangannya sendiri.

Catatan yang dibuat dengan tulisan tangan umumnya juga lebih menempel dalam benak si pembuatnya daripada catatan yang ditulis dengan mesin ketik maupun komputer. Ini bukan hanya pengalaman beberapa orang, tetapi sejumlah penelitian mengkonfirmasi hal ini. Profesor Gregory Manikow dari Harvard University menganjurkan mahasiswanya bukan menstabilo bagian-bagian penting dari buku teks yang ditulisnya sebagai cara memahaminya, melainkan dengan membuat catatan langsung dengan tulisan tangan di bagian-bagian yang kosong dalam buku teks. Cara seperti ini menurut dia lebih membuat mahasiswa menguasai buku teks tersebut.

Biasanya alasan yang paling klasik tentang keistimewaan tulisan tangan adalah kepraktisannya. Ketika sesuatu terbersit dalam pikiran dan ingin diabadikan dalam bentuk catatan, seseorang tidak perlu tergantung pada gadget. Setangkai pena dan secarik kertas dapat dengan segera mengabadikan gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran secara serta-merta.  Para ilmuwan dan entrepreneur sukses banyak bercerita tentang kebiasaan membawa buku saku, tempat mencatat gagasan-gagasan saat bepergian. Dengan tulisan tangan, gagasan-gagasan dapat dituangkan secara cepat selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Dalam ranah pendidikan anak, kemampuan menulis dengan tangan sering menjadi prediktor yang akurat mengenai kemampuan seorang anak secara keseluruhan. Tulisan tangan anak-anak yang buruk, tidak terbaca, sering merupakan indikasi adanya hambatan belajar.

Di masa pertumbuhan anak, tulisan tangan mengaktifkan otak lebih dari sekadar keyboard pada komputer maupun gadget. Menulis dengan tangan melibatkan keterampilan motorik dan kognitif yang lebih kompleks dari sekadar menekan tuts. Tulisan tangan yang baik, menurut para ahli pendidikan, berkontribusi pada kelancaran membaca karena mengaktifkan persepsi visual yang berasal dari huruf. Tulisan tangan yang baik pada anak berdampak positif pada nilai mata pelajaran mereka secara keseluruhan.

Barangkali karena mengingat begitu banyaknya manfaat tulisan tangan, upaya Andy Hamilton mendapat dukungan banyak orang. Novel barunya  diterbitkan oleh penerbit Unbound dengan metode mendanaan crowdfunding. Lebih dari 200 orang ikut memberi dukungan uang untuk penerbitan bukunya. Andy Hamilton mengatakan baru kali ini ia mendapatkan penerbit untuk menerbitkan bukunya dengan genre penyajian tulisan tangan.

Hamilton menghabiskan 3.000 halaman kertas dan 30 pena Berol Italic untuk menyelesaikan novelnya. Walaupun ia bukan kidal, ia menulis dengan tangan kiri dengan panduan tangan kanannya, karena sejak kecil Hamilton telah kehilangan ibu jari tangan kanannya. Dia perlukan waktu dua tahun untuk menyelesaikan novel ini.

Selamat kepada Andy Hamilton.

* Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan. Buku karyanya antara lainEsensi Praktik Menulis (2019), The Beautiful Sarimatondang (2020), Perempuan-perempuan Batak yang Perkasa (2020) dan Kerupuk Kampung untuk Gadis Berkacamata Bill Gates (2020).

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*