JAKARTA, KalderaNews.com – Ketua Network for Indonesian Democratic Society (Netfid Indonesia), Sahabati Dahliah Umar menjelaskan sampai dengan Juli 2020, terdapat 67 negara dan wilayah menunda pilkada/pemilu (23 diantaranya pemilu dan referendum).
Sementara itu, 45 negara dan wilayah melaksanakan pemilu/pilkada di tengah masa pandemi ini (28 diantaranya pemilu dan referendum). Sedangkan 11 negara dan wilayah melaksanakan pemilu setelah tertunda karena covid-19.
“Indonesia sebagai salah satu negara yang dalam kategori kuning artinya sempat menunda namun diputuskan untuk dilanjutkan,” tegasnya saat menjadi narasumber diskusi virtual Mahasiswa Universitas Ibnu Chaldun yang tergabung dalam Organisasi Kemahasiswaan Pemuda (OKP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Ibnu Chaldun baru-baru ini.
BACA JUGA:
- Inilah Peraih Apresiasi Sambut Tahun Ajaran Baru di Tengah Pandemi
- Keren, Unika Atma Jaya Kembangkan Robot Pendeteksi Korban Gempa
- Kaprodi MM UKI Optimis Minat Camaba Tetap Tinggi di Tengah Pandemi Covid-19
- Perguruan Tinggi Indonesia-UK Kolaborasi Penelitian untuk Penanganan Covid-19
- Untuk Pertama Kalinya Universitas Yarsi Jadi Pusat Uji Kompetisi Profesi Dokter Gigi
Ia menambahkan ada kekurangan dan kelebihan masing-masing jika pelaksanaan pilkada serentak ditunda. Kelebihannya ialah pemerintah dapat fokus menangani Covid, meminimalisir penularan, memberi kepastian keselamatan dan jaminan kesehatan masyarakat, serta persiapan penyelenggaraan pemilu menjadi lebih matang dan terukur, serta kualitasnya terjamin.
“Kelebihan-kelebihan lainnya jika pilkada tetap dilaksanakan adanya kelangsungan pemerintah sesuai masa jabatan, dapat menggerakkan roda perekonomian, agenda pembangunan, sosial politik tepat waktu dan dapat mengevaluasi kinerja pemerintah pada masa pandemi Covid ini,” tegasnya di acara diskusi bertajuk “Ancaman dan Tantangan Pilkada Serentak di Masa Pandemi Covid-19”.
Sementara itu, kekurangannya jelas yakni peningkatan potensi penularan bila tidak diimbangi mitigasi pencegahan dan protokol kesehatan yang ketat, butuh persiapan matang dan anggaran yang besar, dapat memengaruhi kualitas pemilu karena adanya physical distancing (membatasi gerak) serta menciptakan ketidakadilan antar kontestan pertahana dengan penantang.
Koornas JPPR, Alwan Ola Riantoby menambahkan harus ada yang mengubah cara pikir dalam menghadapi pilkada serentak, dimana covid-19 melarang kerumunan, sedangkan pilkada menyatakan sebaliknya. Makanya butuh pola pikir yang dapat memenuhi semuanya.
“Kita dapat berkerumun, namun tetap dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan sehingga tercapai tujuan pilkada sehat dan pemilih sejahtera,” pungkas Alwan.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply