3 Hal Ini Harus Kamu Kuasai Bila Ingin Berhasil dalam Mobile Journalism

Peserta Webinar “Mobile Journalism: Concept and Practice” (dok. UMN)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com — Tidak diragukan lagi, Mobile Journalism (Mojo) akan mendominasi jurnalisme di masa depan. Semakin dominannya penggunaan telepon pintar (smartphone) dalam kehidupan manusia, mau tidak mau juga semakin menentukan platform jurnalisme yang jadi pilihan.

Kendati dewasa ini masih ada pandangan sebelah mata terhadap Mojo, hal itu bukan alasan untuk meragukan kemampuannya menjadi genre Jurnalisme terdepan di masa mendatang. Mereka yang berniat menjadi jurnalis tetapi tidak membuka diri mengakuisisi ketrampilan Mojo, akan tertinggal.

Hal ini terungkap dalam webinar bertajuk Mobile Journalism: Concept and Practice, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (FIKOM UNM) dengan menghadirkan pembicara Albertus Magnus Prestianta, dosen Mobile and Social Media Journalism UMN.

Menurut Albertus, Jurnalisme harus segera beradaptasi mengikuti pergerakan audiens yang cepat. Penggunaan perangkat selular di Indonesia pada 2020 mencapai 338,2 juta koneksi, telah melebihi total populasi 272,1 juta jiwa. Pola pikir berdasarkan perangkat seluluar dan digital, menurut dia, perlu dibangun.

“Maka di sini ada penyesuaian-penyesuaian. Tidak bisa lagi kita memproduksi hanya berorientasi pada satu platform, tetapi harus sudah menjadi multiplatform,” kata dia.

BACA JUGA:

Per definisi, Mojo adalah bentuk penceritaan digital di mana perangkat utama yang digunakan untuk membuat dan menyunting gambar, audio dan video adalah ponsel. Ponsel menjadi jantung bekerjanya Mojo. Dewasa ini ponsel telah banyak digunakan jurnalis untuk berita radio, podcast, dan video untuk berita TV serta berita dokumenter.

Namun ada definisi Mojo yang lebih penting dari sekadar penggunaan telepon pintar untuk menghasilkan konten. Mojo adalah cara berpikir (mindset) dan suatu alur kerja baru untuk pengisahan cerita dengan tidak hanya menggunakan satu platform, namun multiplatform. Tidak lagi hanya teks, tetapi juga didukung oleh video, grafis dan dipublikasikan lewat berbagai media. Dalam mengerjakan hal itu, jurnalis sepenuhnya diperlengkapi untuk mobile dan mandiri.

Inilah yang disebut sebagai pola pikir Mojo, yaitu kemampuan untuk secara kreatif bekerja lintas platform dan peka terhadap inovasi digital. Foto, video, audio dan grafik dapat dibuat dan disunting di telepon pintar, untuk diunggah langsung ke platform media.

Dalam Webinar yang diselenggarakan UMN, ada peserta yang mengungkapkan masih rendahnya penghargaan publik pada Mojo, baik terkait kualitas yang dihasilkan maupun perihal etika kerjanya. Menanggapi hal tersebut, moderator webinar, Roni Siahaan, mengatakan isu kualitas dan pentingnya verifikasi adalah isu yang berbeda. “Saya rasa sekarang ini kita harus ambil kesempatan dulu. Kalau nggak, kita ketinggalan. Masa depan itu sudah membelakangi kita,” kata dia, tentang pentingnya memahami dan menguasai Mojo.

Sementara itu Albertus mengatakan untuk menguasai Mojo, ada tiga aspek utama. Pertama, kemampuan menemukan dan menyampaikan cerita. Kedua, teknologi seluler (mobile technology) itu sendiri, dan ketiga, alat-alat yang mendukung Mojo seperti piranti lunak penyuntingan, phone holder (grip), tripod, microphone, lighting, powerbank, dan lain sebagainya.

“Nah, di poin inilah kemudian storytelling menjadi salah satu skill yang paling diutamakan. Dan saya pikir karena kita sudah berbicara soal Jurnalisme, pemahaman jurnalistiknya itu juga yang sudah harus dimiliki. Nah, (kemampuan) pendukungnya ada storytelling, live video, multiplatform mindset, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat,” ujar Albertus, dalam laporan yang dibuat oleh Melinda Chang dari Universitas Multimedia Nusantara News Service untuk laman resmi UMN.

Laboratorium FIKOM UMN sendiri kerap melakukan eksperimen penerapan Mojo pada beberapa acara di UMN. Selain itu, juga ada mata kuliah khusus untuk belajar mojo di bawah Program Studi Jurnalistik UMN, bernama Mobile and Social Media Journalism. Mata kuliah ini biasanya ditempuh oleh mahasiswa Jurnalistik pada semester lima.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*