JAKARTA, KalderaNews.com – Kalau kalian masih bingung mau kuliah dengan jurusan spesialis atau generalis, tak ada salahnya sejenak belajar dari pengalaman Bernard Muljadi dan Fauzan Muzakki ini.
Menjalani kuliah S1 sebagai generalis di ITB Jurusan Teknik Industri tahun 2009, Bernard Muljadi mengaku bahwa ia masuk jurusan tersebut karena hanya ikut teman-temannya saja.
“Karena mungkin saya juga orangnya pingin banyak belajar gitu, pingin tahu tentang banyak hal, jadi saya memutuskan untuk generalis pada awalnya di S1,” ungkap Bernard di acara Sharing Session yang diinisiasi oleh Nuffic Neso Indonesia bertajuk “Generalist vs. Specialist: Which Path for Your Study in the Netherlands?” dengan moderator Education Promotion Officer Nuffic Neso Indonesia, Mohamad Maulana Taufik pada Jumat, 22 Mei 2020.
BACA JUGA:
- 5 Hal Penting Jika Sekolah akan Dibuka Lagi Juli 2020
- 8 Tip Cegah Kebosanan Saat di Rumah Saja Selama Wabah Covid-19
- Kepoin 7 Tip Buat Pendidik dan Orang Tua dari Mas Nadiem
- 3 Tips Inspiratif Obama kepada Lulusan SMA Tahun 2020
Begitu lulus kuliah, ia mengaku kalau awalnya canggung dan cukup sulit memposisikan diri dalam dunia karir. “Saya alamin banget, saya awalnya waktu cari kerja ya mungkin bisa sampai lima-enam kali direject,” ujar mahasiswa program Master of Marine Economic and Logistics di Erasmus University Rotterdam ini.
Meski begitu, ia memiliki pengalaman positif dari kuliahnya sebagai generalis di dunia pekerjaan, seperti lebih mudah melamar pekerjaan di berbagai bidang, juga bisa lebih mendengarkan orang atau divisi lain dengan lebih baik.
“Kita lebih terbuka lah. Ada masalah keuangan, kita bisa lebih ngerti masalahnya dia itu kayak apa sih. Jadi kita bisa lebih slow down, ngga terlalu nge-push dianya,” tandas Bernard.
Saat melamar beasiswa S2 di Belanda, ia juga merasakan tidak ada diskriminasi terkait jurusannya sebagai generalis. Ia menekankan bahwa jurusannya yang diambil saat ini linear dan menonjolkan pengalaman kerjanya.
Ia lantas memberikan tip untuk para generalis yang ingin melamar studi atau beasiswa dengan latar belakang generalis, dengan menonjolkan pengalaman akademik dengan kelebihan-kelebihan jurusannya.
Berbeda dengan Bernard yang generalis, Fauzan Muzakki mengambil S1 Fakultas Pertanian dengan spesialisasi di Jurusan Ilmu Tanah dan Sumber daya Lahan, spesifik lagi pada Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.
Fauzan mengaku menjadi spesialis itu sungguh practical, seperti skripsinya di S1 yang lebih banyak memahami hal teknis. Begitu lulus S1, Fauzan bersama temannya membangun perusahaan konsultan yang bergerak di bidang survey kebencanaan dan pemetaan.
Melihat peluang spesialis begitu besar, ia memutuskan untuk melanjutkan studi S2nya di Belanda jurusan Spatial Engineering di University of Twente.
Fauzan lantas berbagi pengalamannya sebagai spesialis dalam melamar kuliah dan beasiswa ke Belanda, yakni dengan menjabarkan peluang yang tersedia di Indonesia, jika melanjutkan ke jenjang spesialis berikutnya.
“Contoh saya waktu itu, saat nyebutin remote sensing dan GIS, saya ceritakan kalau peluangnya begitu banyal di kebencanaan, kehutanan, isu-isu karbon dan lain-lainnya,” ungkap Fauzan.
Fauzan mengaku memang bisa lebih enak, karena dengan jurusan spesialis dan skill yang dimiliki, teman-teman bisa lebih tahu mau mengerjakan apa. Kendati demikian, mau generalis atau spesialis itu tidak menjadi persoalan serius, meski pada intinya harus tetap punya spesialisasi, tapi jangan takut untuk menjadi generalis karena masing-masing punya kelebihan sendiri. Kuncinya generalizing specialist or specializing generalist.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu.
Leave a Reply