JAKARTA, KalderaNews.com – Sejumlah ahli, seperti halnya Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman, berpendapat pandemi Covid-19 bisa berlangsung lama. Oleh sebab itu, seiring dengan belum ditemukannya vaksin atau obat untuk virus Corona, masyarakat diimbau untuk mulai membiasakan dengan new normal life, pola hidup normal yang baru.
Selama vaksin Covid-19 belum ditemukan, new normal life perlu diedukasikan secara masif kepada masyarakat. Apalagi, negara semaju Swedia saja hingga kini masih getol mengedukasi masyarakat karena perjalanan pandemi masih panjang. Vaksin masih belum juga ditemukan.
Lantas apa sih sebenarnya new normal yang akhir-akhir ini kembali menyeruak?
BACA JUGA:
- 10 Buku yang Paling Banyak Dicari Selama Masa Pandemi Covid-19
- Begini Isi Pidato Mendikbud Nadiem Makarim Memperingati Hardiknas 2020
- 4 Tantangan dari Guru untuk Menteri Nadiem Saat Rayakan Hardiknas
Secara umum, new normal life adalah bagian dari exit strategy di setiap negara dalam menghadapi pandemi Corona. Strategi umum yang disarankan badan kesehatan dunia (WHO), yakni test, tracing, treat, dan isolate.
Nah, di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, sebagian orang percaya bahwa hidup akan kembali normal setelah pandemi Covid-19, sementara itu sebagian lagi percaya bakal ada tatanan kehidupan “new normal life” dan kebiasaan baru setelah wabah Covid-19.
Harus diakui, virus Covid-19 menyebabkan masyarakat menjalani kehidupan dan kebiasaan yang benar-benar baru. Inilah yang dinamakan dengan new normal.
Pun seandainya pandemi ini selesai, banyak yang percaya tidak akan kembali ke normal sebagaimana yang sebelumnya karena sudah ada kebiasaan baru, cara bersosialisasi baru, beredukasi baru hingga bertindak secara baru.
New normal dipahami sebagai kondisi dan situasi sesederhana mengenakan masker yang telah menjadi perilaku umum untuk menjaga kesehatan, mencuci tangan dengan sabun yang tiba-tiba menjadi spesial. Alhasil, mengenakan masker dan mencuci tangan lantas menjadi semacam terobosan mutakhir yang terasa mewah, yang senyatanya menjadi kritik diri atas fakta bahwa selama ini tidak terbiasa dengan gaya hidup bersih dan sehat.
Sebelum ada wabah ini, fakta menunjukkan betapa masyarakat tak ambil pusing setelah bepergian dan berinteraksi dengan orang lain. Kini cuci tangan selepas bertemu orang, menggunakan dan menyentuh fasilitas umum sudah menjadi umum. Pun dalam etika batuk di tempat-tempat umum atau saat sakit batuk mengenakan masker, mungkin dianggap berlebihan di masa lalu.
Sebagai new normal, hal hal sepele di atas telah menjadi hal biasa dilakukan bagi semua orang mulai dari tukang sapu, tukang becak, pedagang asongan, sampai para pejabat negara alias tanpa memandang latar belakang apa pun.
Siapa pun kini berkampanye pentingnya perilaku hidup sehat dan bersih. Berbagai perilaku ini justru menciptakan suatu kondisi normal yang baru (new normal) tanpa terkecuali.
Tak hanya itu saja, Covid-19 benar-benar mengubah tatanan hidup manusia, mulai dari kerugian material plus non-material hingga memunculkan kebiasaan-kebiasan baru yang menyasar berbagai sendi kehidupan.
Saat semua harus physical distancing, bertemu via panggilan video hingga semua aktivitas berbasis digital telah menjadi kebiasaan baru. Digitalisasi kehidupan serasa menjadi lumrah. Hal yang demikian tentu akan terbawa begitu pandemi ini berakhir dan senyatanya siapa pun telah memasuki tatanan new normal bukan normal sebagaimana sebelumnya.
Laurie Garrett, jurnalis kesehatan masyarakat pemenang anugerah Pulitzer, bahkan mengatakan dunia tak akan pernah lagi sama setelah pandemi virus corona berlalu, bahkan bertahun-tahun ke depan.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply