JAKARTA, KalderaNews.com — Seorang peneliti Rangkong Gading, Yokyok Hadiprakarsa atau yang akrab disapa Yoki, menjadi salah satu dari enam pemenang Whitley Award 2020 atau yang dikenal sebagai Green Oscar. Yoki terpilih atas program Saving The Last Stronghold of The Helmeted Hornbill atau Penjaga Rangkong Gading.
BACA JUGA:
- Tak Harus dengan Teknologi Digital, Guru Ini Pakai Cara Jadul Gugah Muridnya Belajar di Rumah, dan Berhasil
- 10 Buku yang Paling Banyak Dicari Selama Masa Pandemi Covid-19
- Begini Isi Pidato Mendikbud Nadiem Makarim Memperingati Hardiknas 2020
- 4 Tantangan dari Guru untuk Menteri Nadiem Saat Rayakan Hardiknas
- Begini Arti dan Makna Logo Hardiknas 2020, Bintang Pendidikan Milenial
- 20 Ucapan Hardiknas Bertema Corona untuk Penyemangat dalam Belajar
Program tersebut dijalankan Rangkong Indonesia, unit penelitian dan konservasi terestrial dari Rekam Nusantara Foundation yang fokus meneliti dan konservasi burung rangkong di Indonesia.
Tahun ini, seremoni Whitley Award 2020 harus ditunda akibat pandemi Covid-19. Tapi pengumuman pemenang dilakukan secara daring. Para pemenang juga tetap menerima dana hibah penelitian senilai 40 ribu poundsterling atau setara Rp 752,5 juta. Dana tersebut, menurut Yoki, akan digunakan untuk melanjutkan konservasi spesies rangkong gading melalui Rangkong Indonesia.
Yoki telah melakukan penelitian Rangkong Gading sejak 20 tahun silam. Kini, Rangkong Gading berstatus kritis. Burung bernama latin Rhinoplax vigil menjadi satwa primadona yang diburu dan dijual balungnya. Rangkong Gading pun terancam punah. Padahal Indonesia merupakan habitat dan populasi terbesar Rangkong Gading di dunia.
Dalam penelitian, Yoki mengungkapkan, perburuan Rangkong Gading yang dilakukan masyarakat setempat karena keterpaksaan ekonomi jangka pendek. Padahal keindahan dan kemegahan Rangkong Gading dapat memberikan potensi ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat, melalui ekowisata dan pengamatan burung. “Rangkong Gading itu lebih berharga hidup daripada mati,” tegas peraih gelar master di bidang pengelolaan sumber daya alam dari University of Gergia, Amerika Serikat ini.
Pada 2017, Rangkong Indonesia mulai membangun kerja sama dengan masyarakat adat suku Dayak Iban di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Para pemuda setempat diajak ikut serta mengamati keberadaan burung Rangkong Gading dan beberapa jenis rangkong lainnya di hutan adat mereka yang luasnya mencapai 9.000 hektare.
Dan pada 2018, dengan dukungan Yayasan KEHATI – TFCA Kalimantan, pria kelahiran Bogor, Jawa Barat ini melakukan survei populasi dan okupansi, serta merekam kondisi Rangkong Gading di daerah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Jebolan jurusan Biologi Universitas Pakuan Bogor ini juga melakukan kampanye edukasi kepada publik.
“Penghargaan ini, sebenarnya ditujukan untuk masyarakat yang tinggal berdampingan dengan Rangkong Gading dan rangkong lainnya di Kalimantan. Saya bersama Rangkong Indonesia hanya medium untuk membantu perubahan kondisi Rangkong Gading di alam. Sejatinya pelindung sejati Rangkong Gading adalah masyarakat,” ujar Yoki. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply