![Eben Siadari Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta.](/wp-content/uploads/2020/01/Eben-Siadari-598x381.jpg)
Oleh: Eben E. Siadari *
JAKARTA, KalderaNews.com – Kartini mengubah ‘dunia’ dengan menulis. Ia menjadi pahlawan nasional dengan surat-surat yang diterbitkan setelah lima tahun kematiannya. Apa yang dapat kita pelajari dari tulisan-tulisan Kartini dan dari praktik menulis yang ia jalankan?
Banyak orang yang rajin menulis surat. Namun tidak semua memiliki kemewahan dan pengaruh seperti Kartini. Surat-suratnya menjangkau pembaca yang luas. Gagasan-gagasannya didiskusikan lintas benua dan lintas generasi.
BACA JUGA:
- Stereotip Rasial di Tengah Wabah Covid 19
- Epitome: Tangis Suster China di Tengah Wabah Corona
- Revitalisasi Kosa Kata untuk Tingkatkan Kompetensi Menulis
- Beda Bahasa Politisi dan Peneliti
- Melalui Warna “Membahasakan” Alam
- Menulis Seperti Memasak
- Mengapa Manusia Menulis?
Setidaknya ada tujuh esensi praktik menulis seperti Kartini, yang dapat ditarik dari membaca surat-suratnya dan ulasan tentangnya.
Satu: Membaca sama dengan memberi makanan bagi pikiran. Menulis membutuhkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan membaca. Ini sebetulnya adagium yang sudah terlalu jelas. Ada berbagai riset yang mengilustrasikan untuk menulis ratusan kalimat seseorang harus membaca ratusan buku.
Kartini gemar membaca. Dia membaca tidak hanya untuk memenuhi kewajiban sekolah. Minat bacanya justru semakin memuncak ketika dia berhenti sekolah karena dipingit. Ia membaca buku-buku, surat kabar, majalah, novel, yang bagi kebanyakan gadis seusianya kala itu dirasakan sebagai bacaan berat.
Leave a Reply