Agar Tak Jadi Korban Fesyen Dadakan, Milenialis Wajib Tahu Asal Mula Tradisi Berkebaya di Hari Kartini

Sharing for Empowerment

Pakaian kebaya, dengan sanggul ‘palsu’ atau konde, disertai dengan sepatu hak tinggi menjadi kombinasi yang mentradisi. Citra Kartini di rezim ini dipotret sebagai istri dan ibu yang bertanggung jawab melaksanakan tugas domestiknya, walaupun pada kenyataannya Kartini mengalami nasib tragis –meninggal beberapa hari setelah melahirkan. Semakin lengkap lagi ketika tradisi berkebaya diiringi pula dengan tradisi yang sangat domestik lainnya, seperti lomba bayi sehat dan lomba memasak.

Di tahun-tahun terakhir Orde Baru, mulai muncul suara-suara yang mempertanyakan kebijakan rezim terhadap kemajuan perempuan. Fakta di lapangan tentang nasib buruh migran perempuan Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Timur Tengah dan Asia Timur, dan perlakuan buruk terhadap perempuan yang bekerja di pabrik, merupakan pukulan yang menohok.

Pada tahun 1995, aktivis hak-hak perempuan memilih merayakan Hari Kartini dalam bentuk yang berlawanan dari tradisi parade berkebaya dan lomba masak-memasak. Mereka memulai perayaan dengan “ziarah” ke makam Kartini di Rembang. Mereka melakukan orasi dan menggelar berbagai atraksi, menggambarkan para pria yang memperbudak wanita.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*