JAKARTA, KalderaNews.com – Tiap 21 April diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang pejuang emansipasi yang menarik perhatian dunia lewat pemikirannya yang dibukukan dalam Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).
Sosok pahlawan nasional bernama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat yang lahir di Jepara, Hindia Belanda pada 21 April 1879 silam ini sebenarnya menyimpan sejumlah fakta tersembunyi yang tidak banyak diketahui milenial.
BACA JUGA:
- Jelang Kartini 141 Tahun, Mengapa Sukarno Tidak Menyebutnya Pahlawan Kaum Perempuan?
- Ternyata, Begini Asal Mula Penetapan Hari Kartini
- Menyusuri Jejak Juang Emansipasi Kartini di Jepara
Apa saja fakta-fakta tersembunyi tersebut?
- Bukan Anak Kandung
Ia menyandang status ningrat, tetapi ibu kandungnya yang bernama Ngasirah bukan bangsawan, sementara ayahnya memang bangsawan bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang berpoligami karena sistem adat menuntut bangsawan harus menikah dengan bangsawan. Kartini lahir dan tinggal di rumah kecil di luar gedung utama asisten kawedanan tempat tinggal ayahnya dan ibu tirinya. Kartini hanya dapat memanggil “ibu” kepada ibu tirinya, yang merupakan garwa padmi. Istilah ini hanya bisa diperoleh oleh istri yang memiliki darah ningrat, dari ayahnya, Raden Ayu Moeryam, yang konon keturunan raja-raja Madura. - Anak Gadis yang Cerdas
Kartini fasih berbahasa Belanda, meski hanya mengenyam pendidikan dasar di sekolah anak-anak Belanda dan bangsawan pribumi (Europese Lagere School). Ia gemar membaca dan berkorespondensi dalam bahasa Belanda. Kumpulan surat menyuratnya yang berisi keresahan dan perlawanan dibukukan oleh J.H Abendanon yang berjudul Door Duisternis tot Licht. Memasak merupakan salah satu kegemaran Kartini. Ia memasak untuk diplomasi dan menunjukan peradaban Jawa di mata Belanda. Resep makanan paling terkenal dari Kartini adalah Sup Pangsit Jepara dan Ayam Besengek. - Sering Dibully oleh Gurunya Sendiri
Ketika duduk di bangku sekolah ELS, Kartini kecil sering menghadapi diskriminasi dan cemooh dari guru-guru Belanda. Selain karena perempuan, ia bangsa berkulit cokelat. “Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tetapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang kami. Betapa banyaknya duka cita dahulu semasa kanak-kanak di sekolah, para guru dan banyak di antara kawan mengambil sikap permusuhan kepada kami. Kebanyakan guru itu tidak rela memberikan nilai tertinggi pada anak Jawa, sekali pun si murid berhak menerima.” (Surat kepada Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900). - Meninggal di Usia Sangat Muda Usai Melahirkan Anaknya (25 Tahun)
Di usianya 24 tahun, Kartini terpaksa bersedia dinikahi bangsawan yang punya dua selir, Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat, sebagai garwa padmi. Kartini menerima keputusan perjodohan ini dengan sejumlah syarat, yakni diperbolehkan mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan, diperbolehkan mengajar, dan diperbolehkan menggapai cita-citanya menjunjung harkat dan martabat perempuan. Selain itu, ia juga menolak ritual cium kaki suami yang merupakan kelaziman dalam upacara pernikahan feodal Jawa. Kartini menganggap tradisi itu merendahkan dan menindas kaum perempuan. Menariknya, R.A.Kartini ini juga mendirikan sebuah bengkel ukir kayu untuk para pemuda di Rembang. Kriya ukir dan kayu memang telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Jepara dan Rembang, Jawa Tengah. Meski menyandang sebutan ibu dalam lagu yang biasa dinyanyikan saat Hari Kartini, nyatanya ia meninggal di usia sangat muda yakni 25 tahun. Ia melahirkan pada 13 September 1904 dan meninggal 4 hari kemudian pada 17 September 1904. - Jadi Nama Jalan di Belanda
Banyak orang Eropa utamanya Belanda mengidolakan sosok Kartini sehingga di Belanda pun banyak nama jalan menggunakan Nama Kartini. So, bagi yang suatu ketika kuliah atau mengunjungi Belanda, tak ada salahnya singgah di Jalan Kartini yang ada di Amsterdam, Utretch, Veerlo dan Harleem.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply