Beda Bahasa Politisi dan Peneliti

Sharing for Empowerment

“Kita HARUS pakai buatan dalam negeri.”

“Kita PASTIKAN harga beras tidak naik tahun ini.”

Ada alasan mengapa para politisi berbicara demikian dan kita perlu memakluminya. Para politisi menempatkan dirinya sebagai inspirator bagi konstituennya. Ia tidak boleh terlihat pesimis. Bahkan ketika mengatakan yang bukan sebenarnya, ia sebisa mungkin mampu terlihat jujur. Ia leader sekaligus motivator. Tak jarang bahasanya juga meniru optimisme para motivator. “Apa kabar?” Harus dijawab dengan “Luar biasa. “

Para peneliti, saintis, wartawan, sebaliknya. Mereka berada di kubu bersebelahan dalam soal bahasa. Mereka tidak akan memberikan jaminan bagi sesuatu yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Adalah kredo peneliti dan saintis untuk skeptis terhadap klaim kebenaran apa pun bila tidak didukung bukti. Wartawan juga hendaknya demikian. Ia berurusan dengan fakta.

Bila politisi berbicara tentang bagaimana dunia yang ideal dan bagaimana ia akan mengubahnya, para peneliti berbicara tentang bagaimana dunia berjalan sebagaimana adanya, dan wartawan menggambarkannya dengan fakta dan verifikasi. Peneliti, saintis dan wartawan yang baik dalam dirinya tertanam keyakinan sekaligus kerendahan hati bahwa penelitian, temuan dan reportasenya, terbuka untuk ditantang, dikoreksi atau diperbaiki oleh penelitian, temuan dan reportase lainnya. Seorang peneliti yang baik akan memilih berkata, “Saya menemukan SEBUAH kebenaran, “ketimbang “Saya telah menemukan kebenaran.” Sebab tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kebenaran lain atau yang baru.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*