JAKARTA, KalderaNews.com – Perekonomian Indonesia tahun 2020 bergantung pada faktor situasi ekonomi global. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi perekonomian Indonesia dalam zona pesimis. Kondisi tersebut timbul akibat perang dagang yang tak kunjung mereda dan ditambah maraknya wabah COVID-19 yang dikenal dengan virus Corona.
“Kondisi ekonomi ini merupakan tantangan dan kita harus cepat merespon, itu yang paling penting untuk mengatasi kerugian dan mengembalikan ekonomi sesuai yang diprediksi sebesar 5,04 persen untuk 2020 ini,” ungkap Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho pada di Jakarta.
Agus menjelaskan, kerugian ekonomi yang berdampak adalah sektor pariwisata, potensi kerugian adalah sekitar 2 miliyar dolar Amerika.
BACA JUGA:
- Lho, Gelontoran Dana Penelitian UGM Lebih Kecil Dibandingkan UI dari Total 514,2 M
- Mau Dapat 500 Ribu dari Kartu Pra Kerja, Yuk Siap-Siap Mendaftar!
- Nadiem Makarim: Bayar SPP Lewat GoPay Bukan Urusan Kemendikbud
- Gojek Klarifikasi “Meme Satir” Bayar SPP Pakai GoPay Jadi Kenyataan
- Etiskah Gojek Perluas Lini Bisnis ke Sektor Pendidikan Seperti Ini?
- Expanding Middle Class Key for Indonesia’s Future
“Koreksi ini adalah dampak rata-rata PDB sektor pariwisata yang terkontraksi sekitar 0,009 persen,“ jelas Agus. Lebih rinci lagi sektor angkutan udara terkontraksi sekitar 0, 013%, akomodasi 0,008%, serta makanan dan minuman sekitar 0,006%.
“Ini merupakan first round effect dari apa yang terjadi. Akan berpengaruh lebih dalam lagi jika terjadi second round effect,” kata Agus.
Studi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI menyebutkan, sektor pariwisata sangat erat kaitannya dengan keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Terutama pada pada sub sektor makanan, minuman dan kerajinan kayu /rotan. “Dua sub sektor ini yang akan berdampak langsung secara signifikan,” jelas Agus.
Dengan proporsi perhitungan unit usaha makanan minuman ada sekitar 27% (usaha mikro); 1,77% (usaha kecil); dan 0,07% (usaha sedang). Untuk unit usaha kerajinan kayu dan rotan sekitar 17,03% (usaha mikro); 0,38% (usaha kecil); dan 0,01% (usaha sedang).
Sektor lain yang berdampak langsung pada masyarakat adalah perdagangan dan konsumsi.” Untuk perdagangan sekitar 13 persen jenis barang ekspor ke Tiongkok terkena imbas nya dan barang impor 6,5 persen asal Tiongkok berpotensi hilang dari pasar domestik Indonesia. Sedangkan konsumsi, akan terkonstraksi sekitar 0,5 sampai dengan 0,8 persen,” terang Agus.
Kondisi ini menurutnya, akan berdampak konstraksi pada pertumbuhan ekonomi kita tahun 2020. “Target dari pemerintah 5 sampai 6 persen terancam tidak bisa terpenuhi kalau itu kemudian merembet pada second round effect dengan dampak yang lebih dalam lagi,” ujarnya.
Agus meminta agar pemerintah perlu memantau kondisi pasar mengingat pada potensi pergerakan harga menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri,” ujar Agus. Dirinya juga menyarankan kepada pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan agar memberikan kelonggaran jatuh tempo kredit bagi UMKM yang berpotensi terdampak dari pelemahan ekonomi Tiongkok tersebut. “Sejumlah langkah strategis harus dipersiapkan guna mereduksi potensi dampak negatif pelemahan perekonomian dan sejumlah blokade perdagangan akibat wabah COVID-19 ini,” tutupnya. (ML)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply