JAKARTA, KalderaNews.com – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim kembali meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar untuk lingkup perguruan tinggi dengan tajuk “Kampus Merdeka” pekan ini jelang Tahun Baru Imlek.
Nadiem menegaskan kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang.
BACA JUGA:
- Aeshninna Azzahra: Tolong Ambil Sampahmu dari Indonesia!
- Aktuaria, Prodi Baru Jadi Favorit Calon Mahasiswa
- Saat Sekolah Lain Tutup, Jumlah Siswa Sekolah Strada Justru Melejit
- Perihal UN Guru dan Sekolah Jangan “Khianati” Nadiem Makarim
- MAN 2 Kota Malang Raih Emas Olimpiade Geografi 2020
- Profesor Reini, Rektor Perempuan Pertama dalam Sejarah ITB
Paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. Ini tahap awal untuk melepaskan belenggu agar lebih mudah bergerak. “Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai targetnya,” tandasnya. Lantas apa arti kampus merdeka tersebut?
- Otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS)
Yakni otonomi untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Ditambahkan oleh Mendikbud, “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan bahwa kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. “Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan,” ujar Menteri Nadiem. - Program re-akreditasi otomatis
Program re-akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Mendatang, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis. Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun. “Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,” tambahnya. Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi. - Kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH).
Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi. - Hak belajar selama 3 semester di luar prodi studi
Memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks). Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan. Di sisi lain, saat ini bobot sks untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai sks. Setiap sks diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply