JAKARTA, KalderaNews.com – Ilmuwan Indonesia di luar negeri (ilmuwan diaspora) diharapkan tidak lupa untuk kembali dan membangun Tanah Air. Memang tidak mudah meninggalkan kenyamanan hidup di luar negeri. Namun, kenyamanan saja tidak cukup dalam hidup ini kalau ilmu yang dimiliki selama ini tidak diaplikasikan untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.
Meninggalkan kenyamanan hidup sebagai ilmuwan diaspora bukan hal yang mustahil. Setidaknya bagi empat ilmuwan diaspora berikut ini, hidup pun menjadi lebih bermakna. Siapa saja mereka?
BACA JUGA:
- Ini Alasan Program Beasiswa RISETPro Tetap Dilanjutkan di 2020
- Karya Mahasiswa Indonesia di ASPaC 2019 Masih Butuh Banyak Penyempurnaan
- Kritik dan Pujian Gaya Berpakaian Mendikbud Nadiem
- Inilah 5 Penelitian Terbaik dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
- Gegara Kotak Pendingin Ramah Lingkungan, Tim ITS Sabet Juara di Korea
Pertama, Intan Suci Nurhati adalah peneliti arsip perubahan iklim di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah menjadi diaspora selama 10 tahun di Amerika Serikat dan Singapura, Intan sejak tahun 2015 menjadi peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Intan adalah 74 Ikon Apresiasi Prestasi Pancasila untuk Bidang Sains dan Inovasi dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Beberapa penghargaan yang pernah diraihnya adalah LIPI Young Scientist Awards 2018, German Ministry of Education and Research (BMBF)’s Green Talents Award for International Forum of High Potentials in Sustainable Development, dan John Bradshaw Research Award, Georgia Tech.
Kedua, Osi Arutanti bergabung sebagai peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI pada 2018. Sebelumnya selama lima tahun Osi merupakan diaspora yang menetap di Jepang. Penelitiannya mengeksplorasi alternatif fotokatalis yang terjangkau, bisa direalisasi, efisien, dan dapat diaktivasi dengan tenaga surya.
Osi Arutanti baru saja menerima penghargaan L’Oreal-Unesco for Woman in Science National Fellowship 2019.
Ketiga, Ayu Savitri Nurinsiyah menjadi peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI pada 2019. Ayu sudah menyumbang kekayaan keragaman hayati Indonesia dengan menemukan 16 spesies baru keong darat di Jawa.
Ia juga menerima penghargaan L’Oreal-Unesco for Woman in Science National Fellowship 2019 untuk riset spesies keong darat Jawa yang memiliki antimikroba dari protein lendirnya. Selama sembilan tahun, Ayu menjadi diaspora di Belanda, Prancis, Inggris, dan Jerman.
Keempat, Mohammad Hamzah Fauzi merupakan peneliti Pusat Penelitian Fisika LIPI yang direkrut melalui jalur diaspora pada tahun 2019. Sejak tahun 2014, Hamzah bekerja menjadi asisten profesor di Tohoku University, Jepang.
Keempat ilmuwan diaspora ini akan berbagi pengalaman di acara diskusi publik “Diaspora Peneliti Indonesia: Kiprah dan Tantangan” di Jakarta, Senin besok, 9 Desember 2019. (JS)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply