Viral Disertasi Keabsahan Hubungan Seksual Non-Nikah, Ini Lho Penjelasan Lengkapnya

Disertasi Abdul Aziz
Ilustrasi: Disertasi Abdul Aziz
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Disertasi Abdul Aziz bertajuk “Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital” membuat heboh dan banyak dibicarakan di jagat maya. Abdul Aziz adalah mahasiswa Doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Lantaran banyak dibincang masyarakat, pihak UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta segera membuat klarifikasi dengan menggelar konferensi pers Jumat pekan lalu, atau dua hari setelah Abdul Aziz mempertahankan disertasi di depan para penguji.

BACA JUGA

Undangan konferensi pers itu ditandatangani Rektor UIN Yogyakarta, Yudian Wahyudi. Dalam konferensi pers tersebut, UIN Yogyakarta menghadirkan menghadirkan ketua sidang, promotor, dan penguji disertasi, seperti Profesor Yudian Wahyudi sebagai Ketua Sidang sekaligus Rektor UIN Yogya, Profesor Khoirudin Nasution dan Sahiron selaku promotor, dan empat penguji; Agus Moh. Najib, Samsul Hadi, Profesor Euis Nurlailawati, dan Amatul Qibtiyah.

Yudian Wahyudi mengatakan, bila konsep Milk Al-Yamin seperti pandangan Muhammad Syahrur diterapkan di Indonesia, justru bisa menghancurkan tatanan negara. Dalam konsep pemikiran Syahrur, hubungan seks di luar pernikahan dengan batasan tertentu tidak melanggar. Konsep tersebut, ujar Yudian, berbahaya bila diterapkan, lantaran bisa menjadi legitimasi hubungan seksual di luar pernikahan yang sah. “Ini persoalan serius!” tegasnya. Yudian beralasan bahwa negara dibangun dari keluarga, maka jika konsep tersebut diterapkan, pasti akan menimbulkan persoalan sosial yang lain, misal kesehatan seksual, pengasuhan anak, dan pendidikan anak-anak.

Sementara, promotor disertasi, Khoiruddin Nasution memaparkan, pemikiran Milk Al-Yamin tak lepas dari latar belakang sang penggagasnya, Muhammad Syahrur. Syahrur merupakan warga Suriah yang pernah tinggal lama di Rusia, negara yang bebas dalam hal pernikahan. Di beberapa negara, termasuk Rusia, banyak perkawinan yang hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis semata.

Nah, dalam disertasinya, lanjut Khoiruddin, Abdul Aziz berupaya mengkritik konsep Syahrur. “Tapi sayangnya, Abdul Aziz kurang mengeksplorasi kritik tersebut,” ujarnya.

Promotor lain, Sahiron menyebutkan, penafsiran Syahrur terhadap Alquran tentang Milk Al-Yamin cukup problematik. Masalahnya, ujar Sahiron, terletak pada subjektivitas penafsir. Subjektivitas penafsir yang berlebihan ini juga dipengaruhi wawasan tentang tradisi, kultur, dan sistem hukum keluarga di negara-negara lain. Hal ini seolah memaksa agar ayat-ayat Alquran sesuai dengan pandangan sang penafsir.

Sementara itu, Agus Najib, penguji disertasi Abdul Aziz, membeberkan beberapa kritik terhadap konsep pemikiran Syahrur. Salah satunya tentang penyebutan Milk Al-Yamin dalam Alquran yang tak hanya dikaitkan dengan budak perempuan tapi juga budak lelaki. Tapi, Syahrur berfokus kepada budak perempuan, sehingga pembahasannya tak komprehensif.

Penguji lain, Alimatul Qibtiyah, juga berpandangan bahwa pemikiran Syahrur terkait Milk Al-Yamin problematis, terutama dari perspektif kesetaraan gender. Karena, pemikirannya tidak melihat dampak terhadap perempuan yang dinikahi secara sah. Juga terhadap perempuan yang dinikahi secara tidak sah, yang hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual semata; tidak memperhatikan hak anak dan perempuan tersebut.

Maka, ujar Yudian, jika konsep pemikiran tersebut akan diterapkan di Indonesia harus mendapat legitimasi dari lembaga yang berwenang, seperti Majelis Ulama Indonesia, kemudian dikirim ke DPR agar disahkan menjadi undang-undang. “Tanpa proses itu, pemikiran Syahrur tak dapat diberlakukan di Indonesia,” tegas Yudian.

Meskipun menuai kontroversi, disertasi Abdul Aziz ini mendapatkan nilai sangat memuaskan. Namun, Abdul Aziz yang merupakan dosen UIN Surakarta itu mesti melakukan revisi di beberapa bagian.

Sahiron menilai, Abdul Aziz telah melakukan penelitian dengan baik dan berhasil mendeskripsikan objek penelitian tentang pemikiran dan penafsiran Syahrur. “Secara akademik, dari deskripsi, analisis, sampai kritik, sudah ada, meskipun belum sempurna,” tambahnya.

Abdul Aziz memaparkan latar belakang ia mengkaji pandangan Syahrur soal seks di luar nikah. Ia melihat fenomena yang mengerikan atas stigmatisasi dan kriminalisasi hubungan seksual nonmarital atau tanpa konsensus pernikahan. “Dari situ ada kegelisahan intelektual untuk mengangkat tema berkaitan dengan konsep seksualitas manusia. Betulkah sekejam itu hukuman bagi manusia yang melakukan hubungan seksual nonmarital?” Penelusuran intektualnya sampai pada konsep Milk Al-Yamin, Muhammad Syahrur, yang memberikan peluang menjustifikasi hubungan seksual tanpa pernikahan. (yp)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*