JAKARTA, KalderaNews.com – Jakarta tidak kondusif karena tekanan dari Belanda. Ibukota Republik Indonesia akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Di ibukota baru ini, ulang tahun kemerdekaan Indonesia pertama dilangsungkan. Untuk hajatan penting itu disiapkan sebuah upacara pengibaran bendera pusaka di halaman Gedung Agung Yogyakarta.
Presiden Sukarno memerintahkan Kak Mut selaku ajudannya untuk mempersiapkan upacara kemerdekaan. Kak Mut yang dimaksud adalah Mayor Laut Husein Mutahar atau lebih dikenal sebagai H. Mutahar, penggubah lagu hymne Syukur. Kak Mut punya ide brilian. Upacara ini untuk mempersatukan Indonesia dan menggelorakan semangat kemerdekaan.
BACA JUGA:
- Indonesia Sabet Juara Dua Kontes Robot di Taiwan
- Pelajar Indonesia Gondol 6 Medali di International Mathematical Olympiad (IMO) 2019
- Pelajar Indonesia Gondol Emas di 30th International Biology Olympiad (IBO) di Hongaria
- Indonesia Borong 19 Medali di Kejuaraan Seni Dunia WCOPA 2019 Amerika
Untuk merealisasikan ide itu, Mutahar mengumpulkan sepuluh pemuda-pemudi dari latar belakang etnis berbeda yang saat itu tinggal di Yogyakarta. Dalam pemikiran Mutahar, dengan mengemban tugas bersama mengibarkan bendera pusaka, pemuda-pemudi Nusantara pilihan itu dapat menjadi simbol pemersatu Indonesia.
Itulah formasi pertama pasukan pengibar bendera pusaka yang disebut Kelompok 10. Saat itu belum ada pemanggilan pemuda dari daerah luar Jawa karena situasi tidak mendukung.
Formasi ini terus dipertahankan hingga 1950. Tahun berikutnya, formasi berganti dengan Kelompok 17. Saat itu, Mutahar tak terlibat lagi dalam upacara pengibaran bendera. Hingga 1966 kegiatan tahunan itu dipersiapkan Rumah Tangga Kepresidenan. Baru pada 1967, ada formasi 17-8-45. Saat itu Presiden Soeharto yang meminta kembali Kak Mut mempersiapkan upacara kemerdekaan.
Meskipun formasinya terus diperbarui, konsep pluralitas anggota cetusan Mutahar tetap dipertahankan. Pada awal dibentuk pasukan pengibar bendera pusaka, keanggotaannya diisi anak-anak pegawai pemerintahan di sekitar ibukota. Pangkal soalnya masalah transportasi. Yang penting prinsip keterwakilan itu tetap terpenuhi. Malah, pada 1962 semua pengibar adalah mahasiswa Universitas Indonesia.
Sistem keanggotaan yang lebih proporsional baru ditetapkan pada 1968. Saat itu dibuat aturan bahwa anggota pengibar bendera pusaka merupakan wakil dari setiap provinsi. Lalu pada 1969 anggota pengibar bendera pusaka adalah siswa sekolah menengah atas dari seluruh provinsi di Indonesia. Masing-masing provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.
Sampai 1967 pasukan pengibar bendera pusaka ini belum memiliki nama resmi. Nama resmi Paskibraka sebagai singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka baru dicetuskan dan diresmikan pada 1972. Pencetus nama Paskibraka itu adalah Idik Sulaiman Nataatmaja. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply