Begini Alasan Larangan Memviralkan Pelaku dan Korban Perundungan Siswa!

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengunjungi korban kasus perundungan siswa SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (KalderaNews/Kemendikbud)
Sharing for Empowerment

PONTIANAK, KalderaNews.com – Kasus perundungan siswa SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mendapat perhatian khusus dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. Ia menegaskan tetap fokus untuk menyelesaikan kasus perundungan tersebut.

“Kekerasan terhadap anak itu memang harus kita berantas, tapi sebagai pendidik harus menyelesaikannya sesuai dengan kaidah pendidikan, yaitu membina dan mendidik para siswa,” ujarnya.

Ia menambahkan, kondisi psikologis anak, baik korban maupun pelaku, harus tetap dijaga. Untuk itu, ia mengimbau para guru untuk melakukan pendampingan. Kedepan, tegas literasi digital di kalangan siswa, sekolah, dan guru sangat perlu ditingkatkan.

BACA JUGA:

“Tampil di media sosial itu memberikan dampak negatif bagi anak. Ini berlangsung sampai seumur hidup. Ubah bagaimana trauma ini bisa diupayakan sebagai pengalaman positif. Tidak boleh ada yang melanggar undang-undang,” desaknya.

Saat bersamaan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan bahwa perlindungan terhadap pelaku dan korban sangat perlu dilakukan saat menyelesaikan kasus perundungan di kalangan siswa.

Karena itu, memviralkan pelaku dan korban perundungan tidak diperbolehkan, sebab termasuk ke dalam bentuk pelanggaran hukum.

“Sebagai pelaku maupun korban tidak memviralkan dalam sosial media. Itu tidak boleh diviralkan karena termasuk dalam pelanggaran dalam hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Alik R. Rosyad dari Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, mengatakan pemviralan kasus perundungan, khusus pada kasus siswi SMP berinisial A, memberikan dampak psikologis signifikan kepada para siswa, baik pelaku maupun korban.

“Disebutkan ada 12 anak yang terlibat, padahal hanya tiga anak sebagai pelaku, dan lainnya tidak terlibat sama sekali, bahkan ada anak yang tidak berada di tempat kejadian perkara,” jelasnya. Akibatnya, lanjut Alik, mereka mendapatkan ancaman terkait kasus ini.

Kepala Polisi Resort Kota Pontianak, M. Anwar Nasir, menjelaskan berdasarkan hasil visum, membenarkan adanya tindak kekerasan terhadap siswi berinisial A berupa pemukulan.

“Penganiayaan memang terjadi, ada pemukulan, tapi tidak ditemukan tindak kekerasan pada kemaluan korban,” ujarnya. Kapolresta mengungkapkan, nantinya, penetapan pelaku sebagai anak berhadapan dengan hukum akan dilakukan. (ML)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*