Milenial (KalderaNews/Ist) |
JAKARTA, KalderaNews.com – Penulis buku “Financially Fearless” Alexa von Tobel mendapati literasi keuangan yang tidak diajarkan di sekolah dan kampus menyebabkan milenial tidak memiliki kemampuan mengelola keuangan begitu memasuki fase mulai membayar segala sesuatunya secara mandiri. ALhasil, stigma milenial yang boros dan amburadul keuangannya tak terhindarkan lagi.
Setidaknya ada enam kesalahan utama milenial dalam mengelola keuangannya sehingga boleh dikata mereka ini kerap menjadi generasi yang besar pasak daripada tiang atau generasi yang ketika di tengah bulan saja tabungannya sudah kering:
Pertama, pengeluaran berlebihan untuk biaya sewa tempat tinggal. Dengan dalih efisiensi dan kenyamanan, membuat banyak millenials yang memilih tinggal sendiri dekat area kantornya. Tapi, menurut studi yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin, manusia cenderung melebih-lebihkan kebahagiaan yang didapat dari hal material sehingga mengeluarkan lebih dari 30% pendapatan untuk menyewa tempat tinggal. Menurut Alexa Von Tobel, uang sewa tempat tinggal, belanja kebutuhan sehari-hari, bayar tagihan listrik, air dan transportasi harus masuk dalam 50% dari pendapatan. Jadi kalau kita tetap memaksa memasukkan uang sewa apartemen atau kost sebesar, misalnya, 40% dari pendapatan, maka sebisa mungkin cari pos pengeluaran lain sejumlah 10% pendapatan yang harus dihilangkan, seperti gym membership atau tv cable.
Kedua, pengeluaran berlebihan untuk hangout dan nongkrong, belanja online serta update gadget. Dewasa ini banyak milenial mengalokasikan sebagian besar gaji bulanannya untuk nongkrong di kafe dan hangout ke tempat-tempat wisata dan wisata kuliner. Milenial kurang bisa mengekang diri untuk tidak nongkrong di kafe-kafe hanya sekadar untuk haha-hihi. Tak hanya itu saja, update gadget menjadi pengeluaran yang sering tak direncanakan dengan matang. Milenial bisa gonta-ganti smartphone biar nggak ketinggalan zaman hanya dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, belanja online menjadi tren tersendiri bagi milenial. Tak ayal, pengeluaran untuk belanja online pun meroket.
Ketiga, tidak punya dana darurat. Semua orang tidak tahu dengan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Milenial biasanya abai dengan dana darurat yang memang disiapkan untuk kejadian-kejadian yang sifatnya mendadak, seperti jatuh sakit, kecelakaan, rumah rusak, PHK dan lain sebagainya. Idealnya dana darurat itu sebesar 3-6 bulan biaya hidup yang dibutuhkan untuk mencukupi keperluan makan, transportasi, belanja kebutuhan pokok, biaya sewa tempat tinggal, bayar utang atau tagihan rutin. Idealnya, dana darurat disisihkan tiap bulan sebesar 20% dari pendapatan bulanan.
Keempat, pemakaian kartu kredit yang berlebihan. Utang kartu kredit adalah yang paling beracun karena tingginya bunga yang diberikan. Sayangnya, banyak milenial melihat kartu kredit ini sebagai pendapatan tambahan, padahal itu utang. So, bijaklah dalam menggunakan kartu kredit dan disiplin membayar tagihannya.
Kelima, uang untuk cinta. Milenial yang sedang jatuh cinta atau mabuk cinta biasanya berada dalam hubungan yang menguras keuangan. Pada saat begini, biaya gaya hidup tidak cuma dihabiskan sendirian, apalagi saat pasangan tidak memiliki pendapatan. Oleh sebab itu, bijaklah dalam menggunakan uang saat jatuh cinta.
Keenam, tidak menabung atau investasi untuk masa pensiun. Milenial itu jarang kepikiran tentang pentingnya menabung atau investasi untuk masa pensiun. Mereka memiliki mindset dana pensiun untuk masih jauh. Nikmati yang dekat saja. Itu sebuah kesalahan besar. Milenial kudu mulai menyisihkan uang setidaknya saat usia 25 tahun sehingga saat berumur 60 tahun sudah memiliki uang pensiun dua kali lipat lebih banyak dari mereka yang baru mulai menyisihkan uang pensiun di usia 45 tahun. (NS)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply