Kru dan pemain film Renjana (KalderaNews/Ist) |
SURABAYA, KalderaNews.com – “Soal interpretasi, kami serahkan kepada penonton. Apakah mau dikategorikan film tentang eks-lokalisasi, film percintaan atau film tentang perempuan,” papar Fins Purnama selaku Producer Executive menjawab pertanyaan peserta diskusi.
Lontaran pertanyaan dan tanggapan tersebut mengemuka dalam acara diskusi film Renjana di Ruang A301 Kampus Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Kamis, 6 September 2018 Diskusi ini merupakan bagan dari rangkaian Gelar Karya Penelitian dan Program Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh LPPM UKWMS.
Dalam rangkaian gelar karya bertema gethok tular ilmu tersebut, publik diundang untuk datang dan melihat hasil-hasil penelitian dan abdimas. Film Renjana merupakan bagian dari penelitian bertema lintas disiplin dengan melibatkan disiplin psikologi dan ilmu komunikasi. Penelitian berjudul The Sistem of Care: Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan di Kelurahan Putat Jaya dengan pendekatan Film Psikodrama yang dilakukan oleh Sylvia K dan Fins Purnama telah menghasilkan karya penelitian dengan pendekatan baru.
“Ide penelitian ini sebenarnya sebagai kelanjutan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dengan media teater. Kelehamannya adalah sifatnya yang tidak terdokumentasi. Maka tahun lalu saya bersama tim ilmu komunikasi mencoba dengan pendekatan film,”ujar Sylvia.
Selain tim peneliti, diskusi juga mengundang para pemain yang merupakan anggota teater Kampung Bangun Rejo bernama Teater Kabaret.
“Kami senang sekali diajak tim dari WM dalam proyek ini. Setelah beberapa kali tampil teater, ini pengalaman penting untuk kami main film tentang topik yang kami juga hadapi,” ujar Cak Semoet mewakili Teater Kabaret.
Cak Semoet mewakili Teater Kabaret (KalderaNews/Ist) |
Diskusi film berdurasi 20 menit tersebutn bercerita tentang penolakan orangtua Bumi atas Renjana karena stereotip wilayah Putat Jaya (Daerah Doli). Kisah tersebut merupakan hasil penelitian dengan mengumpulkan kisah-kisah warga Putat Jaya. Selain itu, juga cerita tentang Mirah kecil yang sering mendapatkan kekerasan seksual dengan kedok main ‘dokter-dokteran’.
“Metodenya, kami kumpulkan cerita dari warga yang mengalami kekerasan, kami buatkan skrip lalu kami buatkan film. Setelah itu, mereka kami ajak menonton. Dengan demikian, harapannya terjadi katarsi,” terang Fins.
Acara semakin menarik dengan hadirnya kru film yang menamakan diri Mata Merah Film. “Soal nama RENJANA, kami terinspirasi dari sebuah novel dan juga sekaligus nama album berjudul sama dari group musik Rabu yang musiknya kami pakai dalam soundtrack film kami,” terang Reno selaku sutradara film sekaligus scriptwriter. Kru lain yang hadir adalah Ivan (Director of Photography), Natan (Editor), Geraldo (Kameraman), dan Denis (Audio Man).
Ivan menjelaskan proses kreatif film ini tidak mudah. “Beberapa kali kami diteror oleh preman lokal ketika take gambar. Untunglah kami selalu lolos,” cerita Ivan.
Kesulitan juga terjadi karena lokasi film yang mengambil beberapa lokasi di daerah eks lokalisasi dan karena tempatnya yang berada di gang sempit.
“Kejadian paling menarik ketika shooting di warung soto. Geraldo sampai jatuh nabrak kursi karena harus jalan mundur,” imbuh Denis menimpali. (FA)
DATA FILM RENJANA
Produksi: UKWMS & Mata Merah Film
Castings: Teater Kabaret
Soundtrack Music: Rabu
Previous screening and discussion:
– Tirakatan 17an HUT Republik Indonesia kampung Bangun Rejo 2017 (premier)
– Telminas Ikatan Psikologi Sosial, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2017)
– Pekan Filsafat, Fakultas Filsafat UKWMS, Surabaya (2017)
– Festival Film Pendek, Paroki Roh Kudus, Surabaya (2018)
– International Volunteering for Better Inclusivity (INVENT 2018), Universitas Indonesia, Jakarta.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply