Waspadai Kongkalikong Pembahasan RUU Terorisme

Sharing for Empowerment


JAKARTA, KalderaNews.com – Melalui Rapat Paripurna pada Selasa, 10 April 2018, DPR kembali memperpanjang masa pembahasan RUU tentang Perubahan UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Perpanjangan masa sidang adalah hal biasa, tetapi berulangkali penundaan pengesahan RUU ini menjadi UU justru menimbulkan keraguan publik akan kesungguhan DPR menuntaskan pembahasan RUU.

Selain itu, perpanjangan waktu pembahasan juga menggambarkan tarik menarik kepentingan para pihak atas RUU ini. DPR mengklaim bahwa masalah yang tersisa adalah terkait definisi terorisme. Selebihnya sudah disepakati oleh Tim Perumus  dan Tim Sinkronisasi.

“Melalui rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi yang tertutup, muncul kesepakatan keterlibatan TNI yang dinormatifikasi melalui pasal-pasal baru termasuk mengubah judul RUU menjadi RUU Penanggulangan Terorisme, yang menggambarkan hilangnya pengutamaan judicial process dalam kerangka peradilan pidana,” terang Ketua SETARA Institute, Hendardi pada KalderaNews, Rabu, 11 April 2017.

Ia menambahkan kesepakatan-kesepakatan DPR itu mengabaikan aspirasi publik terkait usulan keharusan pemberantasan terorisme dalam kerangka hukum pidana yang sudah teruji dampaknya mampu mengurai jejaring terorisme. Semua itu hanya bisa ditemukan melalui penyidikan dan pemeriksaan di pengadilan dalam kerangka integrated criminal justice system.

Pengutamaan penanganan terorisme dalam perspektif penanggulangan, sebagaimana diusulkan oleh kalangan TNI dan diafirmasi oleh DPR, menurutnya akan merusak praktik fair trial yang potensial mengikis jaminan-jaminan hak asasi manusia pada pihak-pihak yang diduga, disangka dan didakwa sebagai teroris.

Selain memutus jejaring terorisme, pendekatan non judicial dalam penanganan terorisme akan memperkuat kebencian aktor terorisme terhadap aparat dan menutup kemungkinan upaya deradikalisasi.

“Karena menyangkut kepentingan publik yang luas, kerja-kerja Pansus RUU Terorisme pada masa perpanjangan ini harus dibuka dan memperluas partisipasi warga untuk menghindari potensi masuknya pasal-pasal susupan, pembelokan norma, dan potensi korupsi legislasi yang hanya menguntungkan kelompok tertentu,” desaknya. (JS)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*