Urgensi Revitalisasi Industri Kakao Indonesia

Sharing for Empowerment

 

Petani Kakao (Foto: Ist)

JAKARTA, KalderaNews.com – Kakao merupakan komoditi pertanian yang memiliki nilai strategis bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan karakteristik unik dari komoditas ini. Berbeda dengan komoditas pertanian lainnya, produksi nasional kakao secara mayoritas diproduksi oleh petani skala kecil. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian, 97 persen dari total produksi nasional kakao berasal dari petani skala kecil yang berjumlah 1,7 juta orang.

Indonesia tercatat merupakan penghasil kakao terbesar di Asia dan ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Di tahun 2017 sendiri, Kementerian Pertanian mencatat produksi kakao Indonesia berada di angka 650 ribu ton.

Namun industri kakao saat ini menghadapi tantangan internal maupun eksternal yang membuat sektor ini dalam keadaan terpuruk. Di pasar internasional, komoditas kakao sedang mengalami penurunan harga yang cukup tajam. Tercatat di tahun 2017, harga kakao mengalami penurunan harga sebesar 52 persen jika dibandingkan dengan harga kakao tahun sebelumnya. Pada Maret 2016, harga kakao di pasar internasional tercatat USD 2.700 per ton dan pada bulan Mei 2017, harga kakao turun tajam ke level USD 1.700 per ton.

Selain penurunan harga kakao di pasar internasional, industri kakao juga terancam oleh serangan hama, penuaan tanaman cokelat yang membutuhkan peremajaan, rendahnya akses petani skala kecil terhadap pinjaman modal, maupun pengetahuan petani terhadap pemasaran produk. Merespon tantangan ini, Pemerintah Indonesia tengah berupaya untuk merevitalisasi industri kakao nasional.

Guna mendukung upaya pemerintah untuk merevitalisasi industri kakao, Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral bekerjasama dengan Kementerian Pertanian telah memfasilitasi kunjungan delegasi International Cocoa Organization (ICCO) yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif ICCO, Dr. Jean-Marc Anga, yang akan berlangsung dari tanggal 21-27 Januari 2018.

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan delegasi ICCO, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri, Febrian A. Ruddyard telah menyelenggarakan multistakeholders meeting di Hotel Aryaduta, pada Selasa, 23 Januari 2018. Selain dihadiri oleh pihak pemerintah dan kelompok masyarakat madani, pihak swasta seperti Cargill, Nestle, Mayora, PT. PP London Sumatra Tbk, dan BT Cocoa juga hadir pada pertemuan tersebut. Direktur Eksekutif International Pepper Community (IPC) dan Asian Pacific Coconut Community (APCC) juga turut hadir pada pertemuan dimaksud.

Menjelaskan maksud dari kunjungan ini, Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral menyampaikan kunjungan kerja ini ditujukan untuk meningkatkan kerjasama antara Indonesia dengan ICCO guna mencari cara untuk merevitalisasi industri kakao. Selama kunjungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral telah memfasilitasi pertemuan antara ICCO dengan para pemangku kepentingan nasional baik dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, akademisi, kelompok masyarakat madani.

“Selain itu, kita juga telah membicarakan mengenai proyek kerjasama penangangan hama kakao. Kita harapkan manfaat dari proyek ini akan langsung dirasakan oleh petani skala kecil.” 

Dalam pertemuan dimaksud, Dr. Anga menyampaikan pandangannya terkait upaya Pemerintah untuk merevitalisasi industri kakao. Dalam hal ini, Dr. Anga menerangkan bahwa kebijakan revitalisasi industri kakao Indonesia dapat disandarkan pada empat langkah utama, yang terdiri dari promosi konsumsi kakao, diversifikasi, pemrosesan kakao di negara asal guna meningkatkan added-value produk, dan penyusunan Rencana Kakao Nasional berdasarkan pengetahuan tentang sumber daya kakao setempat.

Selain pertemuan dimaksud, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral juga telah menjadwalkan kunjungan delegasi ICCO ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) di Jember, Jawa Timur, untuk mengidentifikasi bentuk kerja sama yang dapat dilakukan, termasuk kerja sama joint-research. Sebagai salah satu penghasil kakao terbesar di Indonesia, Indonesia juga sedang berupaya untuk meningkatkan keterwakilannya di ICCO. Kementerian Luar Negeri dalam hal ini telah memfasilitasi agar posisi Agricultural Economist ICCO dapat diisi oleh Warga Negara Indonesia (WNI).

Dalam kunjungannya, Dr. Anga juga menyampaikan undangan kepada Pemerintah Indonesia untuk hadir dalam World Cocoa Conference yang akan diselenggarakan pada tanggal 22-25 April 2018 di Berlin, Jerman. Dr. Anga mengharapkan keterwakilan Indonesia pada level tinggi selaku salah satu pemain besar di industri kakao.

“Kami sungguh-sungguh berharap agar Indonesia, selaku salah satu negara produsen kakao terbesar dapat hadir pada konferensi mendatang. Hal ini tentu akan memberikan sinyal positif kepada negara produsen maupun konsumen kakao untuk bersama-sama merevitalisasi industri kakao secara global,” pungkasnya. (FA)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*