Pendiri YPEI Kritik Keras Program Beasiswa LPDP yang Elitis dan Tidak Adil

Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pendiri Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) dan penggagas Program Beasiswa Indonesia 2030 Bimo Sasongko berpendapat Lembaga Beasiswa LPDP perlu membuat terobosan memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi dari tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat untuk dapat melanjutkan studinya di luar negeri. Harapannya, LPDP menjadi ujung tombak dalam mencetak SDM unggul sejak usia belia.

Ia sangat menyayangkan bahwa program beasiswa luar negeri LPDP itu selama ini hanya fokus untuk program tingkat S-2 dan S-3 saja. Hal ini tentu kurang sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kurang efektif mencetak SDM yang memiliki daya saing tinggi.

“Saatnya LPDP menjadi navigator yang mampu mengarahkan lulusan SMA menuju negara-negara maju yang menyediakan pendidikan tinggi terkemuka,” tandasnya di acara Refleksi Akhir Tahun 2017 Gerakan Indonesia 2030 dengan tema “2 Tahun Menuju Sejuta Indonesia di Jantung Dunia” bersama Euro Management Indonesia di Jakarta.

Ia memamparkan pada tahun ini saja sebanyak 1.812.407 siswa SMA dan MA dinyatakan lulus. Sedangkan siswa SMK yang dinyatakan lulus berjumlah 1.323.160 orang. Setiap tahun banyak siswa berbakat atau memiliki prestasi luar biasa, tetapi belum tertangani dengan tepat. Bahkan diantara mereka banyak yang tidak diterima di perguruan tinggi karena faktor terbatasnya kursi bagi prodi tertentu.

Perlu terobosan yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan yakni memberikan jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri.

Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing seperti seperti bahasa Jerman, Perancis, Jepang.

Selain itu, sejak LPDP dibentuk, publik melihat belum adanya rasa keadilan dalam program beasiswa luar negeri. Masyarakat melihat bahwa program diatas sangat elitis dan cenderung berpihak kepada mereka yang memiliki fasilitas dan dana untuk mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) atau conditional letter dari perguruan tinggi luar negeri.

Sementara siswa yang kurang mampu atau dari desa dan pelosok daerah kesulitan memperoleh LoA tersebut. Karena untuk mendapatkan itu prosesnya cukup panjang dan membutuhkan dana serta kemampuan bahasa asing yang lebih. Hal ini tentunya memberatkan yang berasal dari daerah dan keluarga tidak mampu.

Ada baiknya LPDP mengadopsi program beasiswa LN serupa yang bernuansa affirmatif action yang pernah dijalankan oleh Menristek BJ.Habibie pada tahun 80-an yang berhasil mengirimkan sekitar dua ribu pemuda dari berbagai kalangan untuk belajar ke luar negeri. Melalui dana hibah maupun pinjaman dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan JBIC (Bank Jepang).

Dalam program Habibie tersebut, siapapun, baik orang kota atau desa, kaya atau miskin, bisa ikut tahapan seleksi beasiswa ikatan dinas. Kemudian kalau mereka lolos seleksi akademis mereka dibantu proses mendapatkan LoA dan kemahiran berbahasa asing. Hal itu adalah tugas pemerintah melalui kerjasama dengan konsultan pendidikan internasional. (JS)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*