Inilah 8 Kebohongan Dwi Hartanto dan Permintaan Maafnya

Sharing for Empowerment


DEN HAAG, KalderaNews.com – Mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, Dwi Hartanto, terbukti berbohong mengenai prestasinya di bidang antariksa. Sejauh ini, ia juga telah menjalani serangkaian sidang kode etik di TU Delft sejak 25 September 2017. Namun keputusannya masih dalam proses. Penasaran dengan kebohongan-kebohongan yang telah dilakukan Dwi? Berikut ini 8 kebohongannnya:

Pertama, Latar belakang akademiknya. Dia adalah lulusan S1 dari Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Teknik Informatika, lulus pada 15 November 2005. Jadi, bukan lulusan Tokyo Institute of Technology Jepang.

Kedua, Sistem Satelit. Ia mengambil program S2 di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics, and Computer Science, dengan tesis Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi-n3Xt Satellite Mission. Ini memang beririsan dengan sistem satelit, tapi khusus mengenai satellite data telemetri dan ground segment network platform-nya.

Ketiga, Program Doktoral. Saat ini ia masih menjalani program S3 di grup riset Interactive Intelligence, Departement of Intelligent Systems, di fakultas yang sama di Delft. Jadi, dia mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisinya sebagai post-doctoral apalagi assistant professor di TU Delft adalah tidak benar.

Keempat, Satellite Launch Vehicle. Tidak benar bahwa ia dan tim merancang bangun Satellite Launch Vehicle. Yang benar, dia adalah bagian dari tim mahasiswa yang merancang subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE. Ia juga telah membantah adanya roket bernama TARAV7s. Tidak benar pula bahwa ia adalah satu-satunya orang non-Eropa yang masuk ke ring satu teknologi Badan Antariksa Eropa (ESA).

Kelima, Kompetisi di Jerman. Ia berbohong mengenai kemenangan di kompetisi antarbadan antariksa di Jerman pada 2017. Dia juga memanipulasi cek hadiah. Teknologi Lethal weapon in the sky dan paten beberapa teknologi lain, diakuinya tidak pernah ada. 

Keenam, Pesawat Tempur Generasi Keenam. Ia berbohong bahwa dirinya dan tim sedang mengembangkan teknologi pesawat tempur generasi keenam. Itu semua tidak benar.

Ketujuh, Pertemuan dengan B.J. Habibie.  Bukan Habibie yang meminta bertemu dengannya, tapi dialah yang meminta pihak KBRI Den Haag untuk dipertemukan dengan Habibie.

Kedelapan, Visiting World Class Professor. Dwi membenarkan dia diundang ke acara Visiting World Class Professor di Jakarta. Tapi segala kompetensi yang disebutkan sebagai alasan dia diundang, adalah tidak benar.

Sebagai seorang ilmuwan, Dwi tentu bertanggungjawab dengan apa yang telah dilakukannya. Klarifikasi dan permintaan maafnya layak diacungi jempol. Berikut ini klarifikasi dan permohonan maaf Dwi yang diunggah di situs Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft:





Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*