Tidak Ada yang Siap dengan PJJ, Namun Itulah Jalan Terbaik

Ir Haris Iskandar PhD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Webinar Kidventure Penabur (03/10) (KalderaNews/ Syasa Halima)
Ir Haris Iskandar PhD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Webinar Kidventure Penabur (03/10) (KalderaNews/ Syasa Halima)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) merupakan metode sekolah saat masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Tidak ada yang siap dengan PJJ karena pandemi datang secara tiba-tiba. Ir Harris Iskandar PhD dari Kemendikbud selaku pembicara utama pada Webinar Kidventure Penabur mengungkapkan agak keberatan jika disebut PJJ.

“Saya agak memiliki keberatan dengan pendidikan jarak jauh karena sebenarnya tidak ada yang siap. Yang ada sebenarnya pendidikan darurat, pendidikan terpaksa. Tiba-tiba saja kita PJJ. Namun, itulah solusi terbaik saat ini,” ungkapnya.

Ia memaparkan bahwa terdapat lima kelemahan umum dalam penyelenggaraan PJJ di Indonesia menurut survey. Cakupan masalah pertama yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas jaringan internet.

BACA JUGA:

“Belum seluruh Indonesia terjangkau oleh internet. Kalaupun sudah ada internet, maka terkendala masalah gawai. Jika sudah ada gawai, maka belum tentu memiliki kemampuan ekonomi dalam membeli kuota atau internet. Belum lagi gangguan jaringan,” tandasnya.

Kedua, kapasitas pendidik memanfaatkan TIK untuk sumber belajar, media, sistem pembelajaran komprehensif. Pendidik merupakan guru dan orang tua dalam memandang TIK sebagai solusi belajar dari rumah.

Ketiga, RPP pendidikan khusus (Darurat), keempat kesiapan peserta didik, dan kelima, pengelolaan kegiatan pembelajaran.

Pada bagian kesiapan peserta didik, belajar di rumah merupakan adaptasi yang berat bagi anak-anak karena mereka tidak bertemu teman-temannya. Lalu, pengelolaan kegiatan pembelajaran mencakup desain belajar supaya menarik bagi anak-anak. Dengan demikian, anak merasa pembelajaran yang diterima memiliki makna dan tidak stres.

“Dalam survei, baru hanya 5% RPP yang adaptasi dengan keadaan sekarang. Sebagian besar masih RPP sebelum pandemi. Ini tidak fair. Jadi, tenaga pendidik sesuaikan serta adaptasikan dengan keadaan sekarang,” ucapnya.

Ia paham bahwa perbedaan tingkat ekonomi memengaruhi tingkat aksesibilitas teknologi. Lalu, keluarga dengan latar belakang ekonomi rentan, khususnya, tidak memprioritaskan tugas pengasuhan anak, karena tuntutan untuk mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga merupakan hal yang lebih mendesak. Maka dari itu, Kemendikbud menggagas “Gerakan Pendidikan Keluarga” yang melibatkan pihak sekolah dan keluarga siswa.

Asas keselamatan adalah yang utama untuk masa depan dan kesehatan tenaga pendidik, murid, serta orang tua. Terus meningkatnya jumlah terpapar Covid-19 di Indonesia merupakan masalah yang serius. Tak lupa ia mengingatkan sahabat Dikbud untuk terus menerapkan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, dan menjaga jarak, melalui video “Pesan Ibu”.

“Layaknya di TK, 3M diulang-ulang maka lama kelamaan disimpan di dalam otak, lalu reflek untuk membiasakan supaya konsisten,” ujarnya.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*