JAKARTA, KalderaNews.com – Global Education Monitoring (GEM) Report 2020 UNESCO dengan tajuk “All Means All” mencatat kesenjangan tingkat literasi orang dewasa dengan disabilitas di Indonesia mencapai 41%.
Di sisi lain, tingkat kehadiran pelajar pendidikan menengah (usia 15 tahun) di Indonesia telah meningkat, walau perkembangannya masih di bawah syarat pencapaian Sustainable Development Goals yang telah disepakati oleh negara-negara anggota PBB pada tahun 2015.
Menanggapi laporan GEM ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa tantangan pendidikan di Indonesia tanpa pandemi Covid-19 pun sudah sangat besar. Baik secara geografi, budaya, maupun infrastruktur.
BACA JUGA:
- Jakarta PSBB Lagi, Sekolah Didesak Segera Terapkan Kurikulum Darurat Covid-19
- Kemendikbud Terbitkan Kurikulum Darurat, Bisa Cek di Sini
- Selamat, Rumah Belajar Raih Penghargaan ICMA 2020 Kategori Influencer Marketing
Namun Kemendikbud tetap berupaya menyusun kebijakan terbaik untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan.
“PJJ bukanlah kebijakan Kemendikbud. Metode ini dipilih agar pendidikan tetap hadir, khususnya bagi anak-anak usia sekolah, dalam suasana yang menyenangkan dan aman,” tutur Mendikbud.
Terkait semangat inklusivitas, ia mengaku kalau selama ini telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan sejak awal di tahap pembuatan kebijakan.
“We never do anything alone. Seluruh kebijakan kita mendapatkan masukan, saran, dan nasehat dari berbagai pemangku kepentingan, ahli-ahli pendidikan, masyarakat, juga wakil pemerintah daerah dan pusat. Semuanya memberikan informasi pada Kemendikbud dalam membuat kebijakan. Sebab dalam pendidikan tidak ada satu jawaban tunggal. Education has the highest level of complexity. Semua butuh kolaborasi untuk mencapai hasil yang lebih baik,” tandas Mendikbud.
Ada pun salah satu kebijakan inklusif Kemendikbud pada masa pandemi adalah relaksasi penggunaan Dana BOS, yang dalam masa pandemi ini dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk mendanai kebutuhan sesuai dengan kekhasan sekolah masing-masing.
“Ada sekolah yang lebih butuh laptop untuk dipinjamkan kepada siswa, ada yang butuh kuota data, ada yang butuh untuk menggaji guru honorer, dan lain-lain. Ada keragaman kebutuhan yang dihadapi sekolah, sehingga kami memberikan keleluasaan penggunaan Dana BOS, tentunya dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang baik,” ujar Mendikbud.
Ditambahkan Mendikbud, Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan kurikulum di masa kondisi khusus sehingga sekolah diberikan hak untuk memakai kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Apakah memilih kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, kurikulum darurat yang disusun Kemendikbud, atau Kurikulum 2013.
“Secara dramatis, Kemendikbud telah menyederhanakan kurikulum agar peserta didik hanya mempelajari apa yang esensial saja untuk naik ke jenjang selanjutnya. Tidak mungkin guru mengajar seluruhnya, dengan keterbatasan yang ada,” tegas Mendikbud.
Mendikbud juga menegaskan bahwa orang tua memainkan peran penting, terutama pada pendidikan dasar dan anak usia dini (PAUD). Kemendikbud membuat modul-modul spesifik yang menyasar orangtua di rumah, lengkap dengan lembar kerja untuk orangtua. Kemendikbud juga memastikan bahwa penggunaan modul-modul ini di satuan pendidikan adalah legal sesuai dengan aturan Kemendikbud.
“Pada pandemi ini kita punya kesempatan membuat perubahan-perubahan fundamental pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, banyak perubahan yang telah kita lakukan dalam dua-tiga bulan, yang biasanya butuh dua-tiga tahun,” pungkasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply