NEW YORK, KalderaNews.com – Kuliah S3 di Amerika itu tidak mudah. Kejenuhan demi kejenuhan pasti akan dialmi, terutama saat harus menjalani tahap demi tahap mulai comprehensive exam, research proposal, proposal defence, dissertation research dan dissertation defence.
Pengalaman kejenuhan ini juga dialami alumnus S3 Teachers College Columbia University, Irma Hidayana saat berbagi pengalaman di acara webinar PhD Preparation Bootcamp: Workshop #1 bertajuk “Introduction and Types of PhD” yang diselenggarakan Indonesia Mengglobal dan Scholarship Insight Community, Sabtu, 19 September 2020.
“Yang paling membuat saya stres adalah comprehensive exam. Sangat berat sekali,” aku alumni S1 Filsafat UGM dan S2 Montclair State University.
BACA JUGA:
- Ambil PhD di Belanda Butuh Kemampuan Bahasa Inggris di Atas Rata-Rata
- Di Belanda Ambil PhD itu Dibayar, Siap-siap Ada PhD Recruitment 2019
- Kini, Melamar Program PhD Lebih Mudah dengan Academic Transfer
Apalagi, usianya saat itu sudah 40 tahun. Ia merasa susah banget dan otak terasa lemot, tapi ia merasa harus menyelesaikan untuk hal yang telah dimulainya.
“S3 itu ternyata bukan menguji kemampuan atau keenceran otak, tetapi menurut saja justru lebih ke menguji komitmen.”
Apalagi, saat itu ia berangkat ke Amerika bersama dengan keluarga dan anak yang masih sekolah.
“Saat S3 kita sepakat yang sekolah salah satu saja karena nanti nggak ada yang njagain anak.”
Di tengah kejenuhan demi kejenuhan yang dialami ia mengakui bahwa S3 itu memang melulu belajar, tapi toh harus punya kehidupan sosial. Oleh sebab itu, saat Sabtu dan Minggu ia meluangkan waktu untuk sering jalan-jalan dengan keluarga, menikmati musik atau duduk di New York Public Library yang tenang.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply