JAKARTA, KalderaNews.com – Memasuki masa transisi menuju tatanan normal baru atau the new normal, sektor bisnis perlu mempersiapkan strategi khusus agar tetap bisa menjaga keberlangsungan usahanya. Apalagi, pola hidup dan perilaku konsumen mengalami perubahan yang signifikan.
“Adaptasi merupakan hal penting untuk saat ini,” tandas Dosen Program Master of Information Technology di Swiss German University (SGU), Dr. Ir. M. Amin Soetomo, M.Sc dalam webinar Business and IT Resilience in the Current Crisis bertajuk “Maintaining Customer Experience and Trust” yang diselenggarakan Pascasarjana Swiss German University (SGU) pada Rabu, 17 Juni 2020.
Adaptasi yang cepat atau responsif sangat diperlukan karena seiring dengan perubahan perilaku konsumen karena pandemi Covid-19, persepsi pelanggan (customer) terkait yang namanya kepuasan dan kepercaaan itu juga ikut bergeser.
BACA JUGA:
- Kepuasan dan Kepercayaan Customer Jadi Kunci Kesuksesan Bisnis di Masa Transisi
- Teknologi dan Inovasi Keuangan: Evolusi Bisnis Perbankan
- Buruan, 75 Beasiswa Master (S2) Double Degree Swiss German University Tutup 15 Juni 2020
- Charles Lim: Indonesia Jadi Sasaran Empuk Serangan Siber
- Lanskap Strategi Bisnis di Tengah Krisis Pandemi Covid-19 dan The New Normal
- Rahasia dan Trik Menyiasati Restrukturisasi Pinjaman Bank buat Pengusaha di Tengah Pademi Covid-19
- Inilah Keunggulan Program Double Degree MM-MBA di Swiss German University
- Inilah Dampak dan Peluang Bisnis dari Covid-19 bagi Sektor Industri di Indonesia
Memenuhi ekspektasi customer ataupelanggan itu tak semudah membalikkan telapak tangan karena yang namanya end to end journey satisfaction itu susah ditebak. Banyak kasus layanan dalam memberikan service atau produk berujung pada ketidakpuasan customer, meski secara analisis ekosistem layanan sudah dilakukan dijalani dengan baik.
“Agent sudah bagus, call center bagus, website bagus dan support sudah ok, tapi customer tetep nggak puas. Hal begini perlu analisis lebih mendalam lagi karena kunci kesuksesan bisnis di masa transisi saat ini adalah kepuasan dan kepercayaan customer,” tandas dosen yang mengambil gelar master dan doktornya di The George Washington University tersebut.
Sementara itu, Area IS Manager Grand Hyatt, Budi Mulya yang hadir menjadi narasumber juga mengakui bahwa hotel sebagai salah satu industri hospitality memang bersentuhan langsung dengan customer experience.
“Grand Hyatt selalu upgrade di bidang IT dan sistem layanan yang berkesinambungan tak melulu pada saat pandemi Covid-19 ini,” tandasnya.
Ia mengakui jika upgrate in hospitality IT tidak dilakukan maka kemungkinan kehilangan pelanggan setia sangat tinggi, makin ketinggalan zaman, lambat dalam merespon kebutuhan dan keinginan pelanggan dan memunculkan ketidakpuasan pelanggan.
“Goal utama kami adalah mengembangkan dan mengenalkan teknologi yang simpel dan efisien dengan cara lebih mendengarkan pelanggan, melakukan tindakan yang cepat dan melayani tamu lebih baik,” tandasnya.
Nah, untuk bisa beradaptasi dengan perilaku customer akibat pandemi Covid-19, ia memberikan contoh konkret inovasi teknologi, seperti mempercepat proses check-in hingga pemberian partisi dari akrilik pada counter check-in.
Sementara dari sisi IT, ia mengaku telah menerapkan sistem mobile key entry, yakni pintu kamar yang bisa dibuka hanya dengan menggunakan smartphone, mobile FNB ordering, integrasi IoT, hingga meningkatkan keamanan pembayaran kartu kredit yang ia sebut Sertifi eAuthorize.
“Ini jauh lebih baik, jauh lebih secure dan jauh lebih aman,” tandasnya.
Ke depan Grand Hyatt bakal mengembangkan sistem check-out yang simpel dan mudah, tapi saat ini masih terkendala dengan payment gateway. Ia mengaku, sudah lebih dari 3 tahun ini pihaknya melakukan pendekatan ke BI untuk mendapatkan kemudahan payment gateway , tapi belum ada hasilnya karena memang tidak mudah.
Berbeda dengan sektor hospitality yang merasakan dampak berat pandemi Covid-19 karena customer menurun, sebaliknya bisnis di sektor e-commerce justru makin moncer dan makmur. AVP Informormation Security Blibli, Ricky Setiadi mengakui transaksi selama masa pandemi meningkat dua kali lipat.
“8 dari 10 orang beli barang lebih dari satu di e-commerce,” aku Ricky.
Nah, karena aktivitas belanja online masyarakat meningkat drastis, akunya, Blibli banyak melakukan mekanisme untuk mengamankan data pelanggannya.
Hal ini dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan isu-isu negatif terkait ketidakpuasan konsumen online, mulai produk yang tak terkirim, produk yang invalid, sulitnya proses refund, fraud, kesulitan dalam memilih metode pembayaran hingga keamanan dan data diri konsumen.
Menariknya, analisis dan studi kasus per kasus terkait adaptasi dan inovasi sektor bisnis di masa krisis dikaji dan dielaborasi secara komprehensif di universitas internasional pertama di Indonesia, Graduate School of Swiss German University, salah satunya di kelas
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply