JAKARTA, KalderaNews.com – Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jacky Manuputty menegaskan bahwa dalam kesedihan yang mudah membuat kita berputus asa ini, sekali lagi umat Kristen disapa oleh berita Paskah yang menjadi pusat iman bahwa Kristus telah bangkit mengalahkan kematian.
Ia menambahkan, dalam iman kepada Allah yang membangkitkan Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus menjadi umat kebangkitan, umat Kristen diutus untus terus mempersaksikan kehidupan yang ditemukan dalam Kristus yang bangkit melalui kehidupan secara pribadi maupun bersama-sama sebagai satu tubuh. Undangan tersebut harus disambut dengan terus memperjuangkan, merawat dan memberikan kehidupan, bukan yang mengancam kehidupan. Itulah Paskah yang sejati.
“Komitmen untuk merawat dan memberikan kehidupan ini mengakar kuat dalam identitas kita sebagai umat kebangkitan, namun juga umat berpengharapan. Identitas ini harus terwujud secara nyata dalam keberanian iman kita melawan pandemik Covid-19,” tandasnya dalam konferensi pers di BNPB, Minggu, 12 April 2020.
BACA JUGA:
- Kardinal Ignatius Suharyo: Paskah Itu Membatinkan Ingatan Bersama
- Inilah Pesan Paskah Kardinal Ignatius Suharyo di Tengah Wabah Corona
- Paskah Telah Tiba, Berikut Inspirasi Ucapan Selamat Paskah Bahasa Indonesia dan Inggris
- Tetap Beribadah Selama Ramadan, Berikut Panduannya
“Sikap iman dan harap itu diwujudkan dalam cinta kasih, salah satunya adalah kepatuhan kepada anjuran pemerintah untuk berdiam diri di rumah demi memutus rantai penyebaran virus ini.”
Sebagai gereja umat Kristen juga harus menerjemahkan usaha ini dengan mengubah cara beribadah, dari ibadah secara ragawi berkumpul di gedung gereja ke ibadah keluar di rumah masing-masing, yang disebut juga sebagai gereja kecil (ecclesiola)
Dengan melakukan anjuran pemerintah dan otoritas medis itu, umat Kristen menerjemahkan iman Paskah merawat dan memberikan kehidupan. Sebaliknya, sikap abai pada usaha-usaha itu justru menjadikan kekristenan dan gereja sebagai ancaman atas kehidupan.
“Kita tidak boleh membiarkan pandemi Corona bermutasi menjadi epidemi keputusasaan. Keyakinan bahwa Allah kita adalah Allah kehidupan tentu memiliki konsekuensi etis bagi kita untuk selalu mengembangkan hidup yang membela dan merawat hidup secara khusus dlam situasi pandemi Corona ini.”
“Berdiam di rumah adalah selamat dan menyelamatkan. Selama di rumah kita tetap dapat melakukan tindakan-tindakan solidaritas dengan mengembangkan pelayanan diakonal kartitatif berbasis keluarga.”
Ia menegaskan keluarga-keluarga yang mampu bisa menyisihkan sedikit kelebihannya untuk membantu keluarga yang berkekurangan, entah makanan, suplemen, vitamin, masker dan lain-lainnya.
Tindakan Allah yang membela kehidupan bisa dimaknai dengan empati, bukan diskriminasi terhadap orang-orang yang terpapar virus Corona.
“Kalau mereka hidup di sekitar kita dan mengalami karantina mandiri di rumah, kita perlu menciptakan suasana dimana mereka tidak merasakan perilaku didkriminatif dari warga di sekitarnya. Kita bahkan bisa membantu mereka dengan cara menyediakan kebutuhan sehari-hari mereka selama masa karantina dengan tetap menjaga jarak aman dengan mereka.”
Ia menandaskan terpapar virus Corona bukanlah aib atau kutukan Tuhan. Sekali lagi bukan aib atau kutukan Tuhan. Stigmatisasi yang mendorong ke tindakan diskriminatif ke mereka yang terpapar harus dilawan bersama-sama.
Bagi gereja-gereja secara institusional, memaknai kebangkitan Kristus dalam situasi ini harus dinyatakan dalam tindakan untuk membela dan merawat kehidupan. Gereja harus bisa mengkonsolidasi seluruh sumber dayanya untuk menggelorakan sikap dan tindakan solidaritas dalam upaya memutus rantai penyebaran Corona.
Ia berpendapat gereja bisa menyiapkan gedung-gedung yang saat ini kosong dan tidak digunakan untuk dipakai sebagai tempat isolasi bagi mereka yang terpapar Corona bila hal itu layak dan dibutuhkan.
Gereja bahkan harus siap dalam upaya penanggulangan yang disebabkan dampak pandemi Corona ini, misalnya keterpurukan ekonomi, naiknya angka pengangguran karena PHK dan sebab lainnya.
“Sekali lagi saya mengimbau gereja-gereja untuk menggerakkan diakonia berbasis keluarga. Yang kuat membantu yang lemah. Apa pun latar belakang dan perbedaannya. Kalau pun gereja-gereja harus menderita dan membela kehidupan, inilah saatnya penderitaan yang harus dijalani dengan iman yang selalu terarah pada Kristus yang menderita, mati dan dibangkitkan.”
Sebelumnya PGI juga telah mengeluarkan edaran Pesan Paskah 2020 dan Tuntunan Merayakan Sakramen Perjamuan Kudus di Masa Pandemi Covid-19 bertajuk “Kebangkitan Kristus Membawa Harapan Baru” pada 28 Maret 2020 yang ditandatangani Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom dan Sekretaris Umum PGI, Pdt. Jacklevyn F. Manuputty dan dilampiri Pertimbangan-Pertimbangan MPH-PGI terkait Pelaksanaan Perjamuan Kudus pada Masa Pandemic Covid-19.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply