JAKARTA, KalderaNews.com — Masa hidupnya begitu singkat, 25 tahun. Namun, meskipun singkat R.A. Kartini banyak menulis. Ada ratusan surat yang telah ia tulis untuk sejumlah sahabatnya di Negeri Belanda. Tema tulisannya pun beragam, mulai dari kondisi sosial masyarakat, kungkungan budaya yang dialami perempuan Jawa, pandang tentang agama, serta yang lain.
BACA JUGA:
- Vlogger Madrasah, Yuk Ikut Lomba Kampanye Indonesia Sehat, Simak Syarat dan Hadiahnya
- Sudah Daftar Kartu Pra Kerja? Berikut 8 Platform Penyedia Pelatihan Digital
- Google Teach From Home Sudah Tersedia dalam Bahasa Indonesia. Yuk Lihat Cara Mengajar Kreatifnya!
- Tak Perlu Takut, Tok! Dana BOS Resmi Bisa untuk Beli Pulsa Internet
- Mantan Guru Sekolah Pelita Harapan Meninggal karena Covid 19 Diberi Penghormatan oleh Surat Kabar AS
- Stafsus Alumni ITB dan Harvard Ini Bikin Malu, Ini Profil Lengkap Pendidikan Andi Taufan Garuda Putra
- 7 Staf Khusus Milenial Jokowi Masih Ada yang Ingin Lanjut Kuliah
Beberapa goresan pena Kartini pernah mewarnai majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie. Tapi, hingga ia wafat tak ada buku yang ia tulis. Padahal, sang suami terus mendukung Kartini agar menuliskan pemikiran dalam buku.
Tujuh tahun setelah kematiannya pada 1904, buku pertama tentang Kartini terbit. Menyusul buku-buku lain di masa-masa berikutnya. Bahkan sampai kini, sosok Kartini masih menyimpan aneka inspirasi untuk ditulis. Sudah ratusan buku tentang Kartini diterbitkan.
Nah, berikut beberapa buku yang mencatat sosok putri sejati ini:
Door Duisternis tot Licht (1911)
Door Duisternis tot Licht merupakan tajuk buku berbahasa Belanda yang berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Ini merupakan judul buku yang berisi kumpulan surat Kartini untuk sahabat penanya di Eropa. Buku ini menarik perhatian masyarakat Belanda, sampai mengubah pandangan mereka terhadap perempuan Jawa. Buku ini diterbitkan atas prakarsa J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, setelah mengumpulkan 108 pucuk surat yang dikirimkan Kartini.
Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran (1922)
Sesudah belasan tahun hanya dapat dinikmati mereka yang mengerti bahasa Belanda, penerbit Balai Pustaka akhirnya menerbitkan Door Duisternis tot Licht ke dalam bahasa Melayu. Surat pena berbahasa Belanda tersebut diterjemahkan Armijn Pane, sastrawan pelopor Pujangga Baru. Buku ini kemudian diberi tajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran”. Buku ini pun dialihbahasakan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, serta Inggris.
Habis Gelap Terbitlah Terang (1938)
Rupanya Armijn Pane tertarik dengan sosok Kartini. Ia pun menuliskan lagi surat-surat Kartini dalam bentuk buku. Ia menyajikan agak berbeda. Armijn Pane membagi kumpulan surat ke dalam lima bab, yang menurutnya menunjukkan tahapan perubahan sikap dan pemikiran Kartini.
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya (1979)
Agar dapat menguasai bahasa Belanda dengan baik, dosen pembimbing studi sastra di Universitas Leiden meminta mahasiswanya Sulastin Sutrisno menerjemahkan buku asli kumpulan surat Kartini. Terjemahan ini kemudian dibukukan dengan judul “Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.”
Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya (1989)
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya (1979) juga digunakan Sulastin Sutrisno sebagai bahan penulisan buku dengan tema spesifik. Tema-tema tersebut mengambil surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada keluarga Abendanon. Oleh penerbit Djembatan, buku ini diberi judul “Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.”
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 (1992)
Joost Coté menerjemahkan seluruh surat asli yang ditujukan kepada Abendanon-Mandri, termasuk surat-surat yang tak pernah dipublikasikan dalam Door Duisternis Tot Licht. Dari 108 surat yang diterjemahkan, Coté juga menampilkan 46 surat yang dibuat adiknya Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.
Panggil Aku Kartini Saja (1962)
Butuh waktu lima tahun, 1956-1961, bagi sastrawan Pramoedya Ananta Toer untuk menuliskan kisah Kartini. Dalam novel berjudul “Panggil Aku Kartini Saja”, Pramoedya mengulik kecerdasan dan keberanian Kartini yang mungkin tidak terpikirkan perempuan lain pada masa itu. Gagasan nilai yang disebutkan dalam surat-surat kepada temannya menjadi bagian terpenting buku ini. Pramoedya juga menyinggung sejumlah karya seni yang dibuat Kartini, seperti batik dan lukisan.
Aku Mau… Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903 (2005)
Surat-surat yang ditulis Kartini pada 1899-1903 untuk Stella Zeehandelaar, diterbitkan pada peringatan 100 hari kematiannya. Buku karangan Joost Coté ini menjelaskan pikiran Kartini tentang isu sosial, budaya, agama, hingga korupsi.
Deretan judul buku ini baru sebagian ya, Gaes. Masih ada banyak buku-buku yang berkisah tentang Kartini. (yp)
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply