Oleh: Frigidanto Agung *
JAKARTA, KalderaNews.com – ISA Art+ Design mempersembahkan sebuah pameran kelompok seniman terkemuka berusia 30 tahun ke bawah. Pagelaran pameran ini bertempat di Jl Wijaya Timur Raya No.12 Kebayoran Baru, Jakarta 12170 dengan tema “30 Under 30: Inter(Subject)ivity” berlangsung dari tanggal 3 Maret hingga 3 April 2020.
Pameran ini adalah upaya untuk mementingkan melihat seniman sebagai sesama makhluk sadar yang dengannya setiap kita berbagi latar belakang objektif yang sama, yaitu bumi, lebih dari sekadar produsen lukisan atau patung.
BACA JUGA:
- Beda Bahasa Politisi dan Peneliti
- Melalui Warna “Membahasakan” Alam
- Menulis Seperti Memasak
- Mengapa Manusia Menulis?
- Karena Alam Hanya Menjalani Fitrahnya
- Jangan Lupa Menyebut Nama
- Guo Nian
- Catatan Pendidikan Hardiknas 2019: Handayani
- (Mengharapkan) “Midas Touch” dari Seorang “Silver-Spoon Kid”
Karya seni para seniman ini adalah perpanjangan dari diri mereka sendiri, termasuk keprihatinan mereka, sejarah, perkelahian, kepercayaan dan posisi di masyarakat.
Intersubjektivitas dalam tema ini adalah bentuk eksistensialisme dialogis, pemahaman tentang keberadaan yang berasal dari hubungan, dialog, dan seni negosiasi halus dan kompromi antara diri dan orang lain dengan latar belakang dunia alami. Ini adalah cara memandang orang lain bukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang setara.
Peserta pameran kali ini adalah Hannah Shin, Ida Lawrence, Ella Wijt, Rega Ayundya, Patricia Untario, Talitha Maranila, Natasha Lubis, Ruth Marbun, Audya Amalia, Andrita Yuniza Orbandi, Anastasia Astika, Claudia Dian, Etza Meisyara, Aisya Rosli dan Melta Dessyka.
Artis (seniman) yang dipilih untuk dimasukkan dalam pertunjukan ini masing-masing telah menunjukkan kejujuran dalam pekerjaan mereka, dalam arti bahwa mereka mencoba untuk merasa lebih berakar, tidak menghindar dari perasaan dan kerentanan manusia. Mereka menciptakan renaissances terhadap metode komunikasi yang kurang samar dari kode dan bahasa terbatas ke koneksi manusia.
Salah satu seniman perempuan yang menjadi peserta pameran Talitha Maranila dalam karya yang berjudul Liber Floridus mengamati hubungan antara realitas fisik dan spiritual individu melalui koneksi sistem neuron. Dia menggambarkan bahwa jarak seseorang dengan diri atau dewa atau energi ilahinya sedekat kulit dan pembuluh darah. Tidak terlihat, tetapi ada.
Sementara itu, karya lain berjudul Medium Plexiglass adalah representasi kebijaksanaan dangkal, terbatas, dan jebakan tak terlihat yang mengelilingi ruang dan waktu. Karya ini secara realitas menggambarkan dualisme yang tak terpisahkan dalam setiap aspek kehidupan. Karya yang menggunakan cat akrilik ini menghasilkan warna-warni berani dan bentuk rumit dalam lukisannya. Ia menciptakan hubungan yang kuat dan kontras antara lukisan dan mediumnya (plexiglass).
“Mendekonstruksi berbagai dimensi kehidupan manusia untuk mengungkapkan apa yang disebut ‘rahasia kehidupan’ yang sering ditemukan dalam struktur terkecil dan tak kasat mata. Struktur-struktur ini digambarkan dalam bentuk hubungan neuron dalam lukisannya, kemudian direkonstruksi dalam visualisasi mikrokosmos tanaman yang memiliki pola yang sama dengan sistem internal lukisan dengan kaca plexiglass bulat transparan,” ungkap Talitha Maranila, seniman yang bekerja dari dua studio Berlin-Jakarta dalam pertemuan sebelum pembukaan pameran.
* Frigidanto Agung, kurator dan penulis seni rupa tinggal di Jakarta.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply