![Eben Siadari Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta.](/wp-content/uploads/2020/01/Eben-Siadari-598x381.jpg)
Oleh: Eben E. Siadari *
JAKARTA, KalderaNews.com – Anak-anak sering memberi nama kepada benda atau mahluk yang dekat kepadanya. Boneka pandanya diberi nama Tesar karena bertelinga besar. Kucing tetangga dia panggil Anduk karena bulunya seperti handuk ibunya. Pohon di depan rumah diberinya nama Big Brown, si coklat besar.
Penamaan itu begitu saja, acap kali tidak ada pedomannya. Satu-satunya alasan ialah karena mahluk dan benda itu dekat dalam kehidupannya, menjadi bagian hidupnya dan ia tidak ingin melupakannya. Bagi anak-anak, semua mahluk punya nama.
Dalam praktik menulis, khususnya tulisan feature popular yang mengangkat tema human interest, nama juga sangat penting. Kegagalan menyebut nama dapat mengganggu otoritas sebuah tulisan. Pertanyaan retoris “What is a name” nya William Shakespeare tak berlaku di sini. Nama itu penting.
BACA JUGA:
- Karena Alam Hanya Menjalani Fitrahnya
- Catatan Pendidikan Hardiknas 2019: Handayani
- (Mengharapkan) “Midas Touch” dari Seorang “Silver-Spoon Kid”
- OPINI: Urgensi Menata Pipa dan Kabel Bawah Laut dengan Peta Laut
- OPINI: TNI dan Sebaran Hoax di Medsos
Pada kenyataannya, gagal atau lupa menyebut nama sering terjadi yang berakibat lemahnya kredibilitas tulisan. Tidak hanya oleh penulis pemula, juga oleh mereka yang sudah berpengalaman.
Leave a Reply