JAKARTA, KalderaNews.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bersama Eagle Institut Indonesia menggelar kompetisi film yang mengangkat tema perjuangan mahasiswa Bidikmisi di seluruh Indonesia. Film-film ini diharapkan bisa ditonton siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan orangtua agar mereka yakin bahwa dapat berkuliah secara gratis dan mendapatkan biaya hidup hingga lulus.
BACA JUGA:
- Tim UNS Boyong Medali dalam Taiwan Innotech Expo, Tampilkan Inovasi Teknologi Pertanian
- Alumni Atma Jaya Yogyakarta Sabet Juara Sayembara Desain Taman Margasatwa Ragunan
- Siswi Asal NTT Jadi Menteri Komunikasi dan Informatika, Berorasi Ilmiah di Hadapan Dosen dan Wisudawan
- Suka Duka Dr. Rewindinar Meraih “Cum Laude” Doktor Komunikasi
“Tiga film terbaik akan diputar di hadapan rektor dan direktur politeknik seluruh Indonesia, seluruh Perguruan Tinggi Negeri, politeknik, dan para kepala lembaga (LLDikti), agar mereka mendapat inspirasi. Film-film ini juga akan didistribusikan ke seluruh Indonesia,” harap Menristekdikti dalam acara nonton bareng film dokumenter Bidikmisi pada Award Kompetisi Film Dokumenter Bidikmisi di Cinema XXI Plaza Senayan, Jakarta, Minggu, 13 Oktober 2019.
“Saya mengajak anak-anak Indonesia, jangan berkecil hati. Pemerintah menyediakan beasiswa cukup besar. Tahun ini mencapai 130 ribu. Tahun 2020, kami usulkan untuk 400 ribu mahasiswa. Namanya adalah KIP Kuliah, Kartu Indonesia Pintar Kuliah,” ungkap Menteri Nasir.
Kompetisi Film Dokumenter Bidikmisi ini merupakan kerja bareng Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) Kemenristekdikti bersama Metro TV dan Eagle Institute Indonesia. Kompetisi ini dimulai ketika Kemenristekdikti mengumpulkan 120 proposal film. Para pembuat film ini kemudian diseleksi dan diwawancarai oleh Riri Riza (sutradara), Gerzon Ayawaila (sutradara), dan Meuthia Ganie Rochman (sosiolog dari Universitas Indonesia) hingga terkumpul sepuluh proposal film terbaik.
Kini 10 cerita itu dikemas menjadi 70 menit dalam satu kesatuan antologi film dokumenter. Berikut 10 film tersebut:
Mimpi Di Atas Kursi Roda (sutradara Morsed)
Pada 2009 gempa besar mengguncang Padang, Sumatera Barat. Quratta Ayuna Adrianus atau yang akrab disapa Yuna menjadi salah satu korban gempa. Ia kehilangan kedua kakinya. Walaupun memiliki keterbatasan fisik, Yuna tetap semangat menggapai cita-cita.
Saat kuliah di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Yuna menjalani hidup sebagai penyandang disabilitas yang penuh tantangan. Kegelisahan ini, memicunya untuk membuat desain aplikasi mobile yang berguna bagi mobilitas para penyandang disabilitas. Desain aplikasi inilah yang mengantarkannya lulus dan menyandang predikat sarjana.
Jasiner (sutradara Abdul Malik)
Berlian Reza Rama Ismanto, seorang wirausahawan muda dari keluarga yang kurang mampu. Ia ditinggal orangtuanya sejak kanak-kanak. Ia pun harus hidup mandiri dan mencoba berjuang membangun usaha. Dari usaha itu, ia berhasil menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Semarang program studi Teknik Elektro. Karena prestasinya, ia mendapatkan beasiswa. Tak hanya itu, ia juga memberdayakan masyarakat sekitar dengan membuat usaha konveksi. Motivasi terbesarnya adalah memulangkan ibundanya yang kini masih menjadi TKI di Hongkong.
Kibar Layar Sang Anak Laut (sutradara M. Andi Fikri)
Rizal Maula, sarjana Hukum UPN Veteran Surabaya. Selepas lulus, ia pulang kampung di Tuban dan mendirikan sebuah Koperasi Garam untuk memberdayakan masyarakat di desanya. Ia pun berhasil menaikkan nilai produksi garam, yang tentu meningkatkan taraf kehidupan petani garam.
Keupula Change (sutradara Nova Misdayanti)
Rahmatun Maula, mahasiswi Jurusan Teknik Kimia di Unsyiah Gayo Lues di Aceh yang berhasil mendapatkan beasiswa Bidikmisi. Meskipun berasal dari keluarga petani kurang mampu, ia ingin bermanfaat bagi banyak orang. Ia pun berupaya melakukan inovasi terhadap buah tanjung dari pohon Kupula yang dapat diolah menjadi tepung antidiabetes. Setelah melalui riset dan uji laboratorium, buah yang mudah ditemui ini memiliki senyawa flavonoid dan senyawa fenol sebagai penetral kadar gula dan aman dikonsumsi.
Anak Rantau Bergaji Dollar (sutradara M. Ridwuan)
Ahmat Baihaki tak mau menyerah. Ia berasal dari kepulauan terpencil yang tak ada akses listrik. Ayahnya seorang nelayan dan ibunya penjula kerupuk. Mahasiswi semester empat Jurusan Teknologi Informasi Universitas Brawijaya Malang ini berjuang agar tidak menjadi beban orangtuanya. Ia pun mulai berusaha menjadi designer grafis.
Langkah Rubah Di Selatan (sutradara Ani Ema Susanti)
Kecintaan terhadap musik etnik, memicu Ronie mendirikan band Rubah Di Selatan bersama ketiga rekannya, Melinda, Gilang, dan Adnan. Band indie ini dibentuk saat ia menjadi mahasiswa di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Band ini pernah mengikuti Siasat Trafficking Tour yang membawa mereka ke Eropa.
Obor Penyelamat Moro-Moro (sutradara Andry Kurniawan)
Akses pendidikan yang tak memadai membuat Rico Andreas, pemuda dari Desa Moro-Moro, Mesuji Lampung bertekad mendapatkan bantuan pendidikan Bidikmisi. Selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rico membuka ruang belajar dan memberikan buku gratis bagi siswa SD Moro-Moro. Ia juga menjadi lulusan terbaik ketiga di Jurusan Hukum dengan penelitian tentang Moro-Moro dan mendapat Soetandyo Awards dari FISIP UNAIR.
Sarjana Pelunas Janji Kemerdekaan (sutradara Wisnu Dwi P)
Clara, gadis muda asal Palembang alumni FKIP Universitas Sriwijaya Palembang menjadi pengajar di Tiyuh Pagar Dewa, Tulang Bawang Barat, sebuah kampung tua di pelosok Lampung. Ia ingin menghadirkan akses pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak di kampung itu. Perjuangan itu tak mudah. Beberapa kali, ia mendapat penolakan warga. Tapi tekadnya yang kuat, dan ia terus berjuang menghadirkan akses pendidikan bagi anak-anak.
Asa di Tambang Pasir (sutradara Firnando Alib)
Hanya ada satu sekolah dasar di Desa Tejasari. Untuk melanjutkan ke tingkat SMP maupun SMA, anak-anak di desa tersebut mesti menempuh jalan yang cukup jauh, bahkan harus menyeberangi sungai. Ana Rachmawati menjadi satu-satunya sarjana lulus dari Universitas Negeri Semarang di desa tersebut. Melalui Rumah Inspirasi Tejasari yang ia dirikan, peraih beasiswa Bidikmisi ini tengah membangun harapan anak-anak di desa tersebut.
Mengarungi Mimpi Dari Saponda (sutradara Tomy Almijun Kibu)
Tak pernah terbayangkan, salah satu warga Bajo di Saponda menjadi seorang dokter. Adalah Riska, mahasiswa kedokteran dari Universitas Haluoleo Kendari, anak Bajo di Saponda yang sebentar lagi akan menyandang predikat sebagai seorang dokter. Ia bercita-cita mengabdikan diri bagi masyarakat Bajo.
Nah, setelah melakukan proses seleksi, film bertajuk Sarjana Pelunas Janji Kemerdekaan ditetapkan sebagai film terbaik, diikuti film Mimpi Di Atas Kursi Roda dan Langkah Rubah Di Selatan. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply