JAKARTA, KalderaNews.com – Bangunan itu masih berdiri kokoh di tepian Jalan Kramat Raya No.106, Jakarta Pusat. Pada Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober, di tempat ini biasanya digelar upacara bendera. Bangunan yang pernah menjadi kos-kosan itu, kini menjadi Museum Sumpah Pemuda yang menyimpan peziarahan sejarah bangsa Indonesia. Di dalam bangunan ini, kita bisa melihat jajaran foto kegiatan organisasi pemuda. Ada pula piringan hitam Indonesia Raya. Nah, salah ikon yang menghiasi museum ini adalah biola W.R. Supratman.
BACA JUGA:
- Gratia Choir Unika Soegijapranata Borong 3 Emas dari Barcelona
- Begini Keseruan Siswa-siswi Chicago Belajar Bikin Tempe
- Batik itu Bukan Sekadar Selembar Kain Bermotif
- 425 Siswa dari 17 SMP PENABUR Jakarta SPIRIT of Adventure di Ngalam
Bangunan ini pernah menjadi rumah tinggal pelajar, tempat berkumpul, bahkan menjadi toko bunga. Rumah miliki Sie Kong Tiang ini, pada medio 1908, dikenal dengan nama Gedung Kramat atau Commensalen Huis dan disewa para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan Rechtsschool (RS) sebagai tempat tinggal sementara alias kos-kosan.
Ada beberapa tokoh sejarah Indonesia yang pernah ngekos di rumah ini, seperti Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, dan yang lain. Di rumah ini pula, kerap digelar diskusi. Pada 1927, rumah ini kian ramai didatangi tokoh-tokoh pemuda. Bung Karno pun kerap hadir di rumah ini membicarakan pergerakan mahasiswa dan pemuda Indonesia.
Perhimpuan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) juga pernah menjadikan rumah ini sebagai pusat pergerakan dan sekretariat, sekaligus kantor penerbitan majalah “Indonesia Raja”. Para mahasiswa dan pemuda lantas menyebutkan rumah ini sebagai “Indonesische Clubhuis” atau “Clubgebouw” alias gedung pertemuan.
Sejarah rumah ini pun berlanjut. Pada 15 Agustus 1928, sejumlah pemuda memutuskan tempat ini menjadi lokasi Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 1928. Rumah ini pun menjadi saksi bisu Sumpah Pemuda.
Setelah Kongres Pemuda Kedua, banyak penghuni kos-kosan ini yang lulus, atau melanjutkan belajar di tempat lain. Satu per satu, mereka meninggalkan rumah ini. Akhirnya, rumah ini pun diambil alih Pang Tjem Jam selama 1934-1937 dan dijadikan rumah tinggal.
Pada medio 1937-1951, rumah ini disewa Loh Jing Tjoe yang membuka kios bunga. Setelah itu, gedung ini juga pernah menjadi Hotel Hersia pada 1948-1951. Baru pada 1951-1970, gedung ini digunakan untuk kepentingan negara, yaitu menjadi kantor dan mes Inspektorat Bea dan Cukai.
Dan sejak 3 April 1973 sampai 20 Mei 1973, gedung ini dipugar oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta untuk kemudian dijadikan Museum Sumpah Pemuda. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply