Oleh: Indy Hardono *
JAKARTA, KalderaNews.com – Nadiem memang bukan amatiran. Dia lulusan universitas terbaik dunia. Lebih dari setengah usianya ia habiskan di luar negeri. Berasal dari keluarga ternama, hampir seluruh jenjang pendidikannya dilaluinya di negeri seberang.
Nadiem memang fenomenal. Fasilitas dan kemudahan seorang “silver spoon kid” yang dinikmatinya tidak membuatnya terlena. Dia mencipta anak tangga baru di dunia bisnis, bahkan sebuah revolusi dengan teknologi sebagai platform.
Dia adalah “make belief” dari seorang wirausahawan yang tidak hanya merespon disrupsi, namun juga mendahului disrupsi dengan inovasi-inovasi menakjubkan di lini-lini bisnis barunya. Perpaduan speed, critical thinking, global orientation, dan tentu saja ilmu yang mumpuni membuat anak muda berusia 36 tahun ini memenangkan pertandingan yang ia ciptakan sendiri.
BACA JUGA:
- Catatan Pendidikan Hardiknas 2019: Handayani
- OPINI: Urgensi Menata Pipa dan Kabel Bawah Laut dengan Peta Laut
- OPINI: TNI dan Sebaran Hoax di Medsos
Ia tidak bertarung di arena yang sudah ada, misalnya arena layanan transportasi, arena bisnis kuliner, dan jasa keuangan. Ia menancapkan bendera kemenangan di arena baru, gabungan dari arena-arena tersebut, jauh sebelum ada pesaing dan pelaku bisnis lain masuk ke dalamnya.
Nadiem memang exceptional. Nadiem dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem akan berkarya di arena baru. Arena yang koefisiennya bukan besarnya disruption, tapi status quo dan stagnasi yang bernama daya saing guru, budaya literasi, peringkat PISA yahg rendah kualitas dan kuantitas riset yang masih terseok, optimalisasi anggaran pendidikan, dan sejuta variabel lain yang sudah 74 tahun tak kunjung rampung.
Banyak yang bertanya tentang rationale di balik pengangkatan Nadiem. Portfolio Nadiem yang menjadi tanggung jawab Nadiem tidak main-main. Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi. A full spectrum of education! Di pemerintah Jokowi sebelumnya, Pendidikan Tinggi di spin off dan digabung dengan Kemenristek. Dan sekarang balik maning nang laptop, bergabung dengan Kemendikbud lagi.
Mari kita berpikir positif. Biasanya di setiap pengumuman kabinet baru selalu yang langsung menjadi pertanyaan adalah siapa tim ekonominya? Tidak ada yang menanyakan siapa tim human capital?
Mungkin Pak Presiden ingin area ini menjadi “hits” dan lebih “enticing“. Rasanya baru kali ini Mendikbud tidak punya background scholar atau memiliki academic career seperti para pendahulunya. Mungkin Pak Presiden berpikir sudah puluhan tahun di pegang para profesor, tapi angka pengangguran tertingginya tetap saja sarjana, sehingga workforce kita didominasi oleh para lulusan SD sampai SMU.
Mungkin Pak Presiden ingin “midas touch” Nadiem dapat mendongkrak nilai kapitalisasi manusia Indonesia secara eksponensial dalam waktu kurang dari 30 tahun untuk dipanen pada tahun 2045. Hal yang dilakukannya pada Gojek yang market valuenya sudah mencapai 142 trilliun dalam kurun waktu kurang dalam 5 tahun. Semoga saja analogi ini berlaku di dunia pendidikan.
Pendidikan memang tentang critical thinking, tentang infrastruktur pendidikan, tentang teknologi, namun tidak seperti membangun iklim investasi. Modalnya tidak cukup regulasi dan birokrasi yang mendukung.
Pendidikan bukan hanya tentang ajar, tapi juga diidik. Bukan hanya tentang pikir, tapi juga rasa. Bukan hanya tentang inovasi, tapi juga nilai dan budaya. Tidak ada short cut dalam pendidikan bahkan dengan teknologi sekalipun. Tidak dapat mengharapkan ROI dan capital gain tinggi dalam waktu singkat dalam pendidikan.
Tantangan Nadiem bukan lah di kemampuannya menggagas berbagai program yang berbasis inovasi, namun pemahaman akan konsep pendidikan yang berbasis nilai luhur dan budaya yang memerlukan lebih banyak rasa, sensibilitas dan penghayatan.
Nadiem tidak akan ditantang untuk berselancar menantang gelombang besar di depan mata, namun mungkin ia akan ditantang memancing ikan di laut lepas, menunggu dengan sabar, namun mengamati dengan cermat dan khidmat, dan menarik kail tepat pada waktunya untuk mendapatkan kerapu super sebagai “catch of the day“.
Selamat bekerja Nadiem!
* Indy Hardono bergiat sebagai Koordinator Tim Beasiswa di Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation.
Leave a Reply