Sudah Berusia 20 Tahun, StuNed Tentu Bukan “Anak Kecil” Lagi

Perayaan 20 Tahun StuNed
Second Secretary Political Affairs Embassy of the Kingdom of the Netherland, Roy Spijkerboer, Director of Nuffic Neso Indonesia, Peter van Tuijl, Coordinator of the Nuffic Neso Indonesia scholarship team, Indy Hardono and alumni of StuNed, Maria Goreti Ika Riana jelang perayaan 20 Tahun StuNed di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa, 10 September 2019 (KalderaNews/S.Wicaksana)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Umur 20 tahun tentu bukan usia anak-anak lagi. Angka 20 adalah angka kedewasaan. Begitu juga kalau angka yang merujuk pada usia yang disematkan pada StuNed. Dengan angka 20 ini berarti StuNed sudah bukan lagi anak kemarin sore. StuNed sudah menginjak masa dewasa dan matang.

Di usianya yang ke-20 StuNed telah membantu 4,619 alumni dalam hal memberikan bantuan beasiswa yang digunakan untuk men-support pendidikan dan program pengembangan para pemimpin masa depan, influencers, dan para pembuat keputusan di seluruh Indonesia.

Direktur Nuffic Neso Indonesia, Peter van Tuijl menegaskan sudah banyak tokoh nasional yang memiliki latar belakang pendidikan Belanda. Alumnus asal Indonesia yang paling terkenal adalah Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Indonesia yang menimba ilmu di Rotterdam pada tahun 1921-1932.

BACA JUGA:

Selain itu, alumni lain yang tersohor adalah mantan Menkeu RI, Kwik Kian Gie dan Tri Rismaharini yang saat ini tengah menjabat sebagai Walikota Surabaya.

Profil Hasil Didikan Belanda

Dr. Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir dengan nama Mohammad Athar di Fort de Kock, Hindia Belanda, 12 Agustus 1902-meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah negarawan dan ekonom Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam).

Kwik Kian Gie yang lahir di Juwana, Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1935 adalah seorang ahli ekonomi dan politikus Indonesia keturunan Tionghoa. Kwik menjabat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi (1999-2000) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas (2001-2004). Setelah bekerja dalam pengiriman dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, ia melanjutkan studi di Nederlandse Economische hogeschool (saat ini Universitas Erasmus Rotterdam) di Rotterdam, Belanda. Sebagai bentuk pengabdian di dunia pendidikan Indonesia, ia mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.

Retno Marsudi lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27 November 1962. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3 Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1985.[3] Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda.

Dr.(H.C.) Ir. Tri Rismaharini, M.T. terkadang ditulis Tri Risma Harini, atau yang akrab disapa Risma (lahir di Kediri, Jawa Timur, 20 November 1961; umur 57 tahun) adalah Wali Kota Surabaya.

Perayaan 20 Tahun StuNed
Second Secretary Political Affairs Embassy of the Kingdom of the Netherland, Roy Spijkerboer dan Director of Nuffic Neso Indonesia, Peter van Tuijl jelang perayaan 20 Tahun StuNed di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa, 10 September 2019 (KalderaNews/S.Wicaksana)

Sutan Syahrir, Ex-Prime Minister of IndonesiaUniversity of Amsterdam, Retno Marsudi, Menlu RI lulusan Den Haag University, Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ITC, Twente University, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya Short Course IHS Rotterdam, Wardiman Djoyonegoro, Mantan Mendikbud Technische Universiteit Delft, Adnan Buyung Nasution, Pengacara Indonesia, Utrecht University

“Kita sangat bahagia dengan apa yang telah kita lakukan selama ini. Ada Kwik Gian Gie dari Rotterdam University. Dialah Godfather of StuNed. Dialah yang saat era reformasi mendekati pemerintah Belanda dan mengatakan bahwa kalau ingin melakukan sesuatu yang berarti, buatlah program beasiswa untuk mahasiswa Indonesia studi di Belanda. Ada pula Muhammad Hatta yang juga studi di Rotterdam,” tegasnya jelang Perayaan 20 Tahun StuNed di Erasmus Huis, Selasa, 10 September 2019.

20 Tahun Berinvestasi

Sebagai bagian dari perayaan, scholarship team Nuffic Neso Indonesia mengadakan acara special dengan mengundang 300 partners, stakeholders, dan para alumni StuNed. Perayaan 20 tahun StuNed ini bertujuan untuk memberikan highlight pencapaian dan impact yang telah diberikan oleh StuNed dalam 20 tahun terakhir dan menentukan tujuan di masa yang akan datang.

“20 tahun StuNed sama artinya 20 tahun Belanda berinvestasi pada SDM Indonesia. Kita senang dengan kolaborasi di area ini,” tandas Staf Penasihat Bagian Politik Kedutaan Belanda di Jakarta Roy Spijkerboer.

Sementara itu, Koordinator Tim Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy Hardono menegaskan selama 20 tahun StuNed telah memberikan dukungan dan kontribusi kepada penduduk Indonesia dengan berbagai macam bidang diantaranya agriculture, investment climate, water management, dan security and the rule of law. Hal ini memposisikan StuNed sebagai beasiswa yang paling menonjol di antara program beasiswa lainnya untuk masyarakat Indonesia.

“Perayaan ini menjadi ajang kumpul bersama para alumni. Ada alumni yang dari angkatan pertama dan ada juga yang baru pulang. Mereka mempunyai kualitas dari segi profile-nya,” tandasnya.

Perayaan 20 Tahun StuNed
Coordinator of the Nuffic Neso Indonesia scholarship team, Indy Hardono jelang perayaan 20 Tahun StuNed di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa, 10 September 2019 (KalderaNews/S.Wicaksana)

Ia menambahkan sesuai slogan StuNed: It’s All About Impact, impact itulah yang ingin ditunjukkan para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sekarang ini sudah bekerja di berbagai tempat di seluruh Indonesia.

Sejak diluncurkan pada 2000 itu, terdapat 4 program studi yang dapat didaftarkan melalui StuNed yaitu, program pasca sarjana (master degree), kursus singkat (short course), tailor made training, dan refreshing course.

Refreshing course dihilangkan pada tahun 2012. Master degree dan short course diberikan kepada pelamar individu, sedangkan tailor made training diberikan kepada pelamar berkelompok.

Sejak 2000 sampai sekarang StuNed sudah mengalami banyak perubahan dalah hal bidang prioritas. Dalam fase sebelumnya, StuNed berfokus pada wilayah geographis yang membutuhkan dan sedang dalam pengembangan, saat ini fokus yang dituju adalah kompetesi yang berdasarkan prestasi.

Di Dalam dan Luar Negeri

Sekitar 4,500 penduduk Indonesia telah menerima beasiswa StuNed sejak pertama kali diluncurkan. 4,500 alumnus StuNed adalah sebagai pelopor dari kerjasama bilateral antara Indonesia dan Belanda dan bertugas sebagai duta untuk memperlihatkan pendidikan tinggi Belanda yang berkualitas.

Para alumni StuNed bekerja di pemerintahan, sector swasta, organisasi sipil yang tersebar di seluruh Indonesia dan sangat terbuka untuk mengadakan kerjasama di masa yang akan datang.

Sebagian besar alumni bekerja di bidang yang mendukung untuk proses pengembangan Indonesia dan menjabat posisi posisi penting. Organisasi StuNed alumni “IamStuNed” telah didirikan pada tahun 2018 untuk membantu perluasan kerjasama diantara kedua negara ini. Regional organisasi alumni sedang dibentuk di beberapa provinsi diantaranya, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

Dari sisi angka, total biaya yang telah digunakan selama 20 tahun: € 84,293,023: StuNed 1 – 3 (2000 – 2009): € 43,299,830 -> priority for women and outside Java; StuNed 4 (2010 – 2015): € 31,200,000 -> priority for 50 partner organisations; StuNed 5 – 6 (2016 – 2021): € 9,793,193 -> priority for bilateral areas.

Perayaan 20 Tahun StuNed
Perayaan 20 Tahun StuNed di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa, 10 September 2019 (KalderaNews/S.Wicaksana)

Salah satu alumni StuNed 2019, Maria Goreti Ika Riana, saat ini menjadi pekerja kemanusian di Palang Merah Internasional mengaku kalau StuNed telah memberi kesempatan padanya untuk mengembangkan diri secara personal maupun profesional.

Dengan belajar di kultur internasional ia mengaku menjadi kritis dan banyak diskusi dengan teman-teman. Secara profesional networkingnya juga menjadi lebih global ketika belajar di Belanda.

“Sekarang bekerja di The International Committee of the Red Cross (ICRC). Saya mulai bertugas di luar negeri sejak 2014 di Solomon Island, Afghanistan, terakhir di Myanmar, dan saya akan pergi ke Gaza bulan depan. Dengan belajar di Belanda saya lebih bisa berkontribusi secara global dalam kehidupan profesional saya,” pungkasnya. (JS)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*